Menyusu (2)

Celoteh Ramadan

KIK…kik.. kik.. Cik Amat tertawa terkikik-kikik, sambil memegang perut mendengar penuturan cucunya. Sementara, Cik Minah hanya membuang mukanya, tak sanggung menahan tertawa. Lain halnya dengan Siti dan Sulaiman, hanya mampu menahan rasa malu, dengan wajah merah padam.



‘’Amboi…! amboi…! Geli betul hati abang nampaknya. Ingat-ingatlah dikit bang, ini bulan pause, tak boleh ketawa banyak betul. Bisa compek pause abang nantinya,’’ kata Cik Minah.
‘’Entah abah ini, cakap budak kecik pun didengar. Mane kan Siti berbuat macam itu. Lagi pulak inikan bulan pause, kan tak boleh berbuat macam-macam pada siang hari,’’ timpal Siti, masih menahan rasa malu, sambil memegang anaknya.
Kalau mengikuti kata hati, budak kecik itu mungkin sudah dipentel, atau piyat, bahkan dicubit, untuk menumpahkan rasa kesal. Tapi demi memikirkan anak supaya jangan meraung-raung, apalagi kini mereka berada di rumah orangtuanya, niat itu diurungkan oleh Siti. Sementara Sulaiman, langsung keluar rumah, pergi entah ke mana.
Namun, lain halnya dengan Cik Amat. Merasa berada di atas angin, kata kunci ‘’ucu emak pun’’ diperpanjang.
‘’Cu..! sinilah. Atok ade permen, mau tak.’’ Tak pelak lagi, Rianto pun langsung berlari dekat datuknya.
‘’Bah.. jangan diajarkan Rian tu yang tak betul?’’ kata Siti, mencoba menahan anaknya. Tapi, budak kecil itu memberontak dan berlari dekat Cik Amat.
‘’Iye bang… jangan abang racuni budak yang tidak tahu menahu itu,’’ tambah Cik Minah lagi.
Dasar Cik Amat. Ungkapan anak dan istrinya tak dipedulikan, bahkan semakin menjadi-jadi.
‘’Berapa kali Ian ucu dengan emak?’’ tanya Cik Amat, berkata pelat mengimbang cucunya. Sang cucu pun hanya menggerak dua jari tangannya. Berarti dua kali.
‘’Ayah..! ayah..! ucu jugak’’. Rian hanya menggangguk, sambil memegang mobil mainnya.
‘’Berapa kali ayah ucu dengan emak?’’ tanya Cik Amat semakin menjadi-jadi. Namun, lagi-lagi jawaban Rian hanya menggerakan dua jari tangannya.
Cik Amat terus saja menanyakkan hal-hal yang jorok. Tak peduli bahwa ini bulan Ramadan, dimana setiap orang beriman tidak boleh mengeluarkan kata-kata jorok, sehingga dapat merusak pahala puasa.
Karena sudah tahan lagi mendengar usilan Cik Amat, akhirnya Siti langsung menyambar anaknya, dan pergi dari rumah orangtuanya. Aksi itu membuat Cik Amat terperangah.
‘’Eeh.. nak kemana engkau Ti?’’ tanya Cik Minah.
‘’Nak balek ke rumah mak. Di rumah ini banyak virus gentayangan yang mengajar budak tak baek,’’ kata Siti dengan muka merah. ***

0 comments: