* Perjalanan Juara ‘Kojek’ ke Singapura-Kuala Lumpur
Naik Cable Car, Hingga Pertunjukkan Laser

Melelahkan. Mungkin itulah yang dirasakan oleh sang juara Kontes Jingle Susu Cap Enaak, Gladis Citra Berliana. Setelah naik panggung di Pekanbaru, terbang ke Batam dengan menggunakan pesawat, sorenya langsung berangkat ke Singapura. Menikmati hadiah kemenangan. Inilah catatan perjalanan Gladis bersama tim Kojek lainnya.



SETELAH mendarat di Hang Nadim Batam, rombongan finalis Kontes Jingle Susu Cap Enaak dari Batam-Kepri, ditambah produser dari Pekanbaru, dan pihak sponsor Susu Cap Enaak dari Jakarta, langsung beristirahat sebentar. Begitu juga Gladis, yang baru saja menjadi juara pertama diajang kontes ini.
Gladis yang masih berstatus pelajar kelas VI di salah satu Sekolah Dasar di Bata mini, tidak bisa berisirahat panjang. Sebab, tiket perjalanan dirinya bersama sang ibu sudah menunggu pukul 15.30 WIB melalui ferri Batam Centre menuju Singapura.
Hampir satu jam perjalanan menuju ke Singapura, ferri yang tumpangi Gladis dan rombongan langsung bersandar di pelabuhan internasional Harbour Front City Singapura. Setelah melalui imigrasi, rombongan langsung menuju ke Sentosa, dengan menggunakan cable car –alias kereta gantung--.
Gladis dan rombongan produser dari Batam, Pekanbaru dan sponsor dari Jakarta, menikmati pemandangan Singapura dari dalam kereta gantung selama beberapa menit. Moment seperti ini tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Mereka yang baru pertama kali menikmati pemandangan seperti ini, langsung mengeluarkan kamera digital. ‘’Klik’’ bunyi flash kamera berbunyi, beriringi sinar lampu keluar.
Begitu juga ketika sampai di Sentosa. Berbagai pemandangan seperti bangunan, image singapura, dan pantung lion raksasa menjadi background Gladis Citra Berliana bersama ibunya.
Sayangnya, hati sudah gelap, sehingga mereka-mereka tidak dapat menikmati memandang Singapura dari atas kepala Singa, yang menjadi patung kebanggaan warga Singapura, yang dapat menyedot perhatian jutaan wisatawan dari berbagai Negara. Termasuk rombongan Kojek.
Sekitar pukul 19.00 waktu Singapura, pemandu perjalanan pun mengajak kami menyantap makan malam. Setelah itu, pemandu mengajak kami untuk menonton song the sea dan pertunjukkan laser yang sudah digarap pengelola Sentosa untuk menyerap pengunjung lebih banyak lagi.
Setelah makan, pemandu langsung mengantarkan kami ke tepi laut. Disana sudah duduk dengan rapi ribuan penonton yang akan menikmati pertunjukkan tersebut. Ribuan penonton pertunjukan Musical Fountain di tepi pantai, diawali dengan penampilan opera. Mereka menyanyikan lagu-lagu mandarin, bolywood, lagu melayu, diiringi musik dengan kekuatan ribuan watt.
Perlahan-lahan mSIK terdengar lembut, cahaya laser pun bergerak pelan di antara pancuran air muncrat. Cahaya merah, kuning, biru dan hijau seolah membentuk gambar ikan, cumi-cumi. Musik pun berubah cepat seiring dengan laser yang bergerak cepat pula membuat beraneka bentuk.

Cepat lambat, cepat dan melambat lagi. Cahaya pun dengan setia mengikutinya. Lebih dari satu setengah jam, ketika tiba - tiba musik orchresta menyentak dengan megah. Dari dua mata patung Singa Marlion yang berdiri kokoh di belakang keluar cahaya hijau terang. Cahaya itu berpendar dari kiri, tengah, kanan.
Menunduk pelan seiring musik yang mulai melambat, tetapi ketika musik kembali keras, mata itu kembali memancar dan cahaya kembang api memendar di mana-mana di tengah kelamnya langit malam. Dan moment seperti ini tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Lalu ‘’Klik’’, sekali lagi kamera digital mengabadikan.
Selesai menonton pertunjukan sinar laser, rombongan kembali ke hotel yang terletak di kawasan Geylang untuk perjalanan menuju Kuala Lumpur, Malaysia besok harinya. Tetapi, sebelum tiba di hotel, pemandu perjalan mengajak kami ke Jalan Mustafa Singapura, untuk berbelanja (shopping) sambil memperkenalkan kalau kawasan ini ramai dikunjungi oleh orang India.

Yang baca berpahala..

* Perjalanan Juara ‘Kojek’ ke Singapura-Kuala Lumpur
Lewat Lebuh Raya, Istirahat Minum Teh Tarik

Setelah puas menikmati pertunjukkan laser dan pergi ke Jalan Mustafa Singapura, rombongan produser Kontes Jingle Susu Cap Enaak dan pemenangnya, langsung melakukan istirahat di salah satu hotel kawasan Geylang. Karena, besok pukul 09.00 waktu Singapura atau pukul 08.00 waktu Indonesia, rombongan akan segera berangkat ke Kuala Lumpur Malaysia dengan menggunakan travel.



TEPAT Waktu. Inilah pelajaran yang harus kita tiru kepada orang-orang Singapura. Driver dan pemandu perjalanan yang mengantarkan kami ke Kastam Singapura –Imigrasi Singapura—sudah menunggu pukul 08.00 (pukul 07.00 WIB) untuk pergi mencari sarapan dan langsung menuju ke perbatasan Singapura-Johor Bahru Malaysia.
Kami dibawa ke rumah makan Melayu, yang pemiliknya adalah orang-orang dari Sumatera Barat –Padang--. Pagi itu, sarapan ada lontong sayur, kolak, goreng pisang, dan segala macam kue. Salah seorang pekerja yang enggan namanya disebut mengaku berasal dari Padang. Dirinya sudah empat tahun tinggal di Singapura, setelah lama bekerja di Batam. Logat bahasanya pun sudah tidak terdengar lagi Padang, tetapi sudah menjadi orang Melayu Singapura.
Usai sarapan, rombongan langsung menuju ke imigrasi keberangkatan Singapura untuk masuk ke Johor Bahru Malaysia. Pemandu perjalanan, memeriksa kelengkapan keimigration. ‘’Di depan Kastam nanti, bapak-bapak dan ibu-ibu jangan rase takut, bawa senyum saje ya,’’ katanya menerangkan.
Menurutnya, sudah banyak kejadian diperbatasan ini. Ada yang ditolak, ada yang diperiksa barangnya hingga satu per satu. Singapura kayaknya memperketat orang keluar masuk dari dan ke Johor Bahru, Malaysia.
Sesampainya di Johor, rombongan tidak langsung melakukan perjalanan dengan menggunakan bus yang sama, tetapi harus bertukar dengan mobil berasal dari Malaysia. Dan kami pun mendapatkan seorang driver sekaligus pemandu perjalanan bernama Zainuddin. Kami akrab memanggilnya bang Zai. Seorang perokok berat dan peminum kopi, yang akan membawa kami berkeliling di Kuala Lumpur nantinya.
Namun, sebelum sampai ke KL, kami harus melewati jalan lebuh raya –jalan tol—sepanjang ratusan kilometer yang menghubungkan kota Johor Bahru ke Kuala Lumpur. Sepanjang perjalanan, kita hanya melihat pemandangan perkebunan kelapa sawit yang hijau, dan berhenti di tempat peristirahatan setelah beberapa jam perjalanan.
Johor Bahru-Kuala Lumpur ditempuh dengan waktu perjalanan enam jam, tetapi tidak seorang pun dari peserta yang merasa pusing atau pun mabuk. Karena supirnya membawa kendaraan dengan kecepatan 90 km/jam, tidak ugalan-ugalan, tidak ngebut dan tidak berbicara.
Selama perjalanan kami berhenti di tempat peristirahat sebanyak dua kali. Kesempatan ini selalu dimanfaatkan teman-teman untuk minum teh tarik, kopi tarik dan merokok bebas. Sebab di Singapura, bagi yang perokok berat akan merasa tersiksa, karena peraturannya begitu ketat, dan tidak semua tempat bisa jadikan lokasi merokok.

Yang baca berpahala..

* Perjalanan Juara ‘Kojek’ ke Singapura-Kuala Lumpur
Naik Cable Car, Hingga Pertunjukkan Laser

Melelahkan. Mungkin itulah yang dirasakan oleh sang juara Kontes Jingle Susu Cap Enaak, Gladis Citra Berliana. Setelah naik panggung di Pekanbaru, terbang ke Batam dengan menggunakan pesawat, sorenya langsung berangkat ke Singapura. Menikmati hadiah kemenangan. Inilah catatan perjalanan Gladis bersama tim Kojek lainnya.



SETELAH mendarat di Hang Nadim Batam, rombongan finalis Kontes Jingle Susu Cap Enaak dari Batam-Kepri, ditambah produser dari Pekanbaru, dan pihak sponsor Susu Cap Enaak dari Jakarta, langsung beristirahat sebentar. Begitu juga Gladis, yang baru saja menjadi juara pertama diajang kontes ini.
Gladis yang masih berstatus pelajar kelas VI di salah satu Sekolah Dasar di Bata mini, tidak bisa berisirahat panjang. Sebab, tiket perjalanan dirinya bersama sang ibu sudah menunggu pukul 15.30 WIB melalui ferri Batam Centre menuju Singapura.
Hampir satu jam perjalanan menuju ke Singapura, ferri yang tumpangi Gladis dan rombongan langsung bersandar di pelabuhan internasional Harbour Front City Singapura. Setelah melalui imigrasi, rombongan langsung menuju ke Sentosa, dengan menggunakan cable car –alias kereta gantung--.
Gladis dan rombongan produser dari Batam, Pekanbaru dan sponsor dari Jakarta, menikmati pemandangan Singapura dari dalam kereta gantung selama beberapa menit. Moment seperti ini tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Mereka yang baru pertama kali menikmati pemandangan seperti ini, langsung mengeluarkan kamera digital. ‘’Klik’’ bunyi flash kamera berbunyi, beriringi sinar lampu keluar.
Begitu juga ketika sampai di Sentosa. Berbagai pemandangan seperti bangunan, image singapura, dan pantung lion raksasa menjadi background Gladis Citra Berliana bersama ibunya.
Sayangnya, hati sudah gelap, sehingga mereka-mereka tidak dapat menikmati memandang Singapura dari atas kepala Singa, yang menjadi patung kebanggaan warga Singapura, yang dapat menyedot perhatian jutaan wisatawan dari berbagai Negara. Termasuk rombongan Kojek.
Sekitar pukul 19.00 waktu Singapura, pemandu perjalanan pun mengajak kami menyantap makan malam. Setelah itu, pemandu mengajak kami untuk menonton song the sea dan pertunjukkan laser yang sudah digarap pengelola Sentosa untuk menyerap pengunjung lebih banyak lagi.
Setelah makan, pemandu langsung mengantarkan kami ke tepi laut. Disana sudah duduk dengan rapi ribuan penonton yang akan menikmati pertunjukkan tersebut. Ribuan penonton pertunjukan Musical Fountain di tepi pantai, diawali dengan penampilan opera. Mereka menyanyikan lagu-lagu mandarin, bolywood, lagu melayu, diiringi musik dengan kekuatan ribuan watt.
Perlahan-lahan mSIK terdengar lembut, cahaya laser pun bergerak pelan di antara pancuran air muncrat. Cahaya merah, kuning, biru dan hijau seolah membentuk gambar ikan, cumi-cumi. Musik pun berubah cepat seiring dengan laser yang bergerak cepat pula membuat beraneka bentuk.

Cepat lambat, cepat dan melambat lagi. Cahaya pun dengan setia mengikutinya. Lebih dari satu setengah jam, ketika tiba - tiba musik orchresta menyentak dengan megah. Dari dua mata patung Singa Marlion yang berdiri kokoh di belakang keluar cahaya hijau terang. Cahaya itu berpendar dari kiri, tengah, kanan.
Menunduk pelan seiring musik yang mulai melambat, tetapi ketika musik kembali keras, mata itu kembali memancar dan cahaya kembang api memendar di mana-mana di tengah kelamnya langit malam. Dan moment seperti ini tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Lalu ‘’Klik’’, sekali lagi kamera digital mengabadikan.
Selesai menonton pertunjukan sinar laser, rombongan kembali ke hotel yang terletak di kawasan Geylang untuk perjalanan menuju Kuala Lumpur, Malaysia besok harinya. Tetapi, sebelum tiba di hotel, pemandu perjalan mengajak kami ke Jalan Mustafa Singapura, untuk berbelanja (shopping) sambil memperkenalkan kalau kawasan ini ramai dikunjungi oleh orang India.

Yang baca berpahala..

* Perjalanan Juara ‘Kojek’ ke Singapura-Kuala Lumpur
Sore di Putra Jaya dan Pagi ke Genting Higland

Lelah perjalan selama enam jam. Rombongan the winner Kontes Jingle Susu Cap Enaak dan para produser dari Pekanbaru, Batam dan Jakarta, tiba di Kawasan Putra Jaya. Waktu menunjukkan pukul 16.30 waktu Malaysia, sehingga rekan-rekan pun sempat melaksanakan Salat Ashar di Masjid Putra Jaya.



Sementara rekan-rekan yang lainnya berkeliling-keliling di pusat pelayanan pemerintahan Malaysia. Kawasan ini sangat unik dan bangunan yang didesain dengan modern, dan lampu penerangan jalannya. Kesempatan ini pun tidak dibiarkan berlalu begitu saja. ‘’Klik’’, sekali lagi bliz camera digital, kamera handphone menyala.
Kawasan Putra Jaya, menurut Zainuddin, driver sekaligus pemandu perjalanan di bangunan oleh Kerajaan Malaysia untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk di Kuala Lumpur, sehingga beberapa intansi pemerintah yang selama ini berkantor di Kuala Lumpur kini sudah berkantor di Putra Jaya, yang memiliki kawasan ratusan hektar. Tidak hanya mengurangi kepadatang penduduk, pembangunan kawasan baru ini juga mengurangi kemacetan lalu lintas, ketika pulang kerja. Zainuddin menjelaskannya sambil minum teh tarik di tepi danau dekat Masjid Putra Jaya.
Setelah berada di kawasan Putra Jaya selama satu jam, rombongan langsung berangkat menuju Kuala Lumpur untuk melihat-lihat twin tower –Petronas--. Memang di dalam rombongan itu, ada beberapa teman-teman belum pernah melihat secara dekat Petronas, yang katanya menara tertinggi di asia saat ini.
Kami diberi waktu hanya tiga jam berada di kawasan ini, selain singkatnya waktu, rombongan juga sudah merasa kelelahan, seharian perjalanan. Usai berfoto-foto, dan shopping di KLCC, merupakan mall terbesar di Kuala Lumpur, rombongan langsung menuju hotel Ova, Malaysia.
Hotel tempat kami menginap, terletak di kawasan kota Kuala Lumpur, sehingga pada malam harinya beberapa orang rekan masih sempat berkeliaran mencari makan, minum, dan melihat-lihat di kawasan ini.
Pada pagi harinya, rombongan kembali diajak menuju Genting Higland, yang selama ini dikonotasikan sebagai kawasan perjudian terbesar. Tetapi sebelum ke Genting, rombongan diajak makanan khas melayu. Enaak, terasa makan di kampong halaman.
Untuk sampai ke Genting Higland dan kawasannya, dapat ditempuh dengan dua jalur yaitu dengan kereta gantung dan mobil. Tetapi, untuk asyiknya rombongan naik kereta gantung dengan ketinggi 2.000 meter di atas permukaan laut.
Dada berdebar ketika berada di kereta gantung ini. Melihat ke bawah rasanya tak sanggup, mengingat ketinggiannya yang lumayan membuat jantung berdegup kencang. “Kaki saya menjadi dingin, dan tangan mengeluarkan keringat dingin,’’ begitulah ungkapan Novi Sundari, produer Kojek dari Jakarta mengungkapkan perasaannya.
Di lokasi wisata ini, pengunjung ditawari dengan beragam hiburan. Sulit rasanya untuk menjatuhkan pilihan dari berbagai jenis permainan di sana. Semuanya terasa menarik. Seperti flying coaster, monorail, antique car, cyclone, space hot, bumber boat dan berbagai permainan lainnya. Semuanya seru, menantang dan menegangkan. Untuk bermain, memang membutuhkan keberanian yang cukup.
Setelah puas di Genting rombongan pun turun ke Kuala Lumpur. Mereka ingin mendapatkan oleh-oleh pakaian khas Malaysia yang banyak dijual di jalan Masjid Abdurrahman. Memang kawasan ini paling banyak orang berjualan pakaian muslim maupun potongan kain untuk dijadikan pakaian. Akhir dari tulisan ini. Perjalanan melelahkan, tetapi memuaskan. (habis)

Yang baca berpahala..

Production News In Batam TV
Oleh : ANDRA S KELANA
Pemimpin Redaksi Batam TV

Bagaimana membuat berita di televisi. Nah, kebetulan saya pernah mendapatkan pelatihan dari teman-teman VOA selama 14 hari, maka saya pun merangkum hasil latihan tersebut, untuk disampaikan kembali kepada teman-teman yang memerlukannya.



TIP MENULIS DI BROADCAST
 Satu pokok pikiran satu kalimat
 Kalimat harus jelas dan tegas, sehingga penonton mengerti gambar dan kalimat yang anda sajikan
 Biasanya kata sambung harus dipotong dan dapat dimengerti orang
 Gunakan bahasa percakapan, bukan menulis untuk anda melihat dan mendengar
 Meskipun bahasa percakapan, tetapi jangan membingungkan orang. Editlah terlebih.
 Layaknya percakapan dua orang yang intelektual
 Gunakan kalimat pendek, sederhana, full kalimat yang punya arti dan makna
 Gunakan kalimat aktif. Subjek terlebih dahulu, Prediket baru objek.
 Jangan menggunakan kata-kata klise atau pun jargon-jargon yang tidak dimengerti orang. Seperti ‘’reshufle, streasing’’
 Story style yang baik itu, bagaimana mengajak orang agar mengerti dan tahu, bukan sebaliknya, membuat orang menjadi bingung.
 Jangan mulai tulisan anda dengan pertanyaan
 Jangan bilang berita kejadian seperti : Hari ini merupakan sejarah berulang: Sebab yang menentukan sejarah bukan kita, tetapi sejarahwan.
 Tulisan berita dengan sisi manusia, karena mempunyai efek. Jangan menulis berita dari sisi harta dan benda.
 Tulislah berita anda, kemudian bacalah dengan keras di depan computer, kalau tidak enak dibaca dan didengar, hendaklah menulis ulang.


AKURASI KEBENARAN BERITA
1. Apa anda yakin
2. Apa anda mendokumentasi seluruh fakta
3. Apakah anda telah menulis secara detail narasumber dengan jelas
4. Apakah anda sudah siap ketika ditanya public
5. Apakah anda mempunyai narasumber minta identitas dirinya tidak disebutkan
6. Apakah anda telah mendiskriminasi budaya, ras, suku, warna kulit
7. Apakah tisier anda benar-benar mempresentasikan program sebenarnya

Tip Interview
1. Melakukan wawancara ataupun interview, jangan memberi pertanyaan lembut,
atau menggurui. Berilah pertanyaan yang membuat orang merasa tertantang,
lugas dan mengerti.
2. Berbica terbuka dan rendah hati
3. Wawancara bukan intrograsi seperti polisi, menghakimi.
4. Biarkan narasumber bercerita, sehingga kita dapat mengetahui semua
permasalahan
5. Wawancara harus bisa membangun suasana

Hal-hal diketahui membuat wawancara televise
• Melakukan riset sebelum melakukan wawancara dengan narasumber sehingga bisa menguasai permasalahan
• Kebanyakan pewawancara melakukan interview pada urutan kejadian
• Meskipun pewawancara sudah mengatahui tujuan tetapi buatlah kejutan-kejutan
• Gunakan kosa kata sederhana, sehingga orang menjawab dengan panjang lebar
• Berilah satu pertanyaan dan dijawab satu jawaban. Jangan memberi berbagai pertanyaan, tetapi mendapatkan satu jawaban.
• Pilihlah lokasi yang tepat untuk melakukan interview
• Apabila memungkinkan wawancara dengan narasumber sambil melakukan kegiatannya
• Bereaksilah kalau narasumber memberi jawaban seperti mimik, ataupun gerak tubuhnya.
• Meminta narasumber memberi jawaban spesifik : contohnya apa pak?
• Buatlah narasumber mau bercerita yang lebih panjang
• Menghindari pertanyaan seperti ‘’bisakah anda bercerita’’, tetapi bisa dilakukan dengan cara ; mohon maaf,bisakah anda ….’

Tips wawancara terbaik
1. Jangan bertanya dua sampai tiga pertanyaan sekaligus
2. Jangan membuat pertanyaan yang panjang sehingga jawabannya yes or no
3. Jangan takut memberi jeda kepada narasumber atau kita lebih enak
mendapatkan jawaban yang lebih panjang.
4. Jadilah pendengar yang baik, jangan sibuk dengan daftar pertanyaan.


TIPS STANDUPPER
Menulis Rangkuman
Kadangkalanya reporter, sering melakukan kesalahan ketika melakukan standupper, karena tidak mempunyai rangkuman, sehingga kelihatan kaku, tidak teratur apa yang akan disampaikan. Akibatnya, penonton tidak mengerti apa inti sari dari laporan tersebut.

Tiga basic melakukan standupper
a. Opening
b. Bridge [Menjembati kedua kali]
c. Closing [Inti dari yang depan maupun yang tengah, atau pun rangkuman dari reporase anda.

Yang baca berpahala..

Production News In Batam TV
ANDRA S KELANA ; Pemimpin Redaksi Batam TV

Bagaimana membuat berita di televisi. Nah, kebetulan saya pernah mendapatkan pelatihan dari teman-teman VOA selama 14 hari, maka saya pun merangkum hasil latihan tersebut, untuk disampaikan kembali kepada teman-teman yang memerlukannya.



TIP MENULIS DI BROADCAST
 Satu pokok pikiran satu kalimat
 Kalimat harus jelas dan tegas, sehingga penonton mengerti gambar dan kalimat yang anda sajikan
 Biasanya kata sambung harus dipotong dan dapat dimengerti orang
 Gunakan bahasa percakapan, bukan menulis untuk anda melihat dan mendengar
 Meskipun bahasa percakapan, tetapi jangan membingungkan orang. Editlah terlebih.
 Layaknya percakapan dua orang yang intelektual
 Gunakan kalimat pendek, sederhana, full kalimat yang punya arti dan makna
 Gunakan kalimat aktif. Subjek terlebih dahulu, Prediket baru objek.
 Jangan menggunakan kata-kata klise atau pun jargon-jargon yang tidak dimengerti orang. Seperti ‘’reshufle, streasing’’
 Story style yang baik itu, bagaimana mengajak orang agar mengerti dan tahu, bukan sebaliknya, membuat orang menjadi bingung.
 Jangan mulai tulisan anda dengan pertanyaan
 Jangan bilang berita kejadian seperti : Hari ini merupakan sejarah berulang: Sebab yang menentukan sejarah bukan kita, tetapi sejarahwan.
 Tulisan berita dengan sisi manusia, karena mempunyai efek. Jangan menulis berita dari sisi harta dan benda.
 Tulislah berita anda, kemudian bacalah dengan keras di depan computer, kalau tidak enak dibaca dan didengar, hendaklah menulis ulang.


AKURASI KEBENARAN BERITA
1. Apa anda yakin
2. Apa anda mendokumentasi seluruh fakta
3. Apakah anda telah menulis secara detail narasumber dengan jelas
4. Apakah anda sudah siap ketika ditanya public
5. Apakah anda mempunyai narasumber minta identitas dirinya tidak disebutkan
6. Apakah anda telah mendiskriminasi budaya, ras, suku, warna kulit
7. Apakah tisier anda benar-benar mempresentasikan program sebenarnya

Tip Interview
1. Melakukan wawancara ataupun interview, jangan memberi pertanyaan lembut,
atau menggurui. Berilah pertanyaan yang membuat orang merasa tertantang,
lugas dan mengerti.
2. Berbica terbuka dan rendah hati
3. Wawancara bukan intrograsi seperti polisi, menghakimi.
4. Biarkan narasumber bercerita, sehingga kita dapat mengetahui semua
permasalahan
5. Wawancara harus bisa membangun suasana

Hal-hal diketahui membuat wawancara televise
• Melakukan riset sebelum melakukan wawancara dengan narasumber sehingga bisa menguasai permasalahan
• Kebanyakan pewawancara melakukan interview pada urutan kejadian
• Meskipun pewawancara sudah mengatahui tujuan tetapi buatlah kejutan-kejutan
• Gunakan kosa kata sederhana, sehingga orang menjawab dengan panjang lebar
• Berilah satu pertanyaan dan dijawab satu jawaban. Jangan memberi berbagai pertanyaan, tetapi mendapatkan satu jawaban.
• Pilihlah lokasi yang tepat untuk melakukan interview
• Apabila memungkinkan wawancara dengan narasumber sambil melakukan kegiatannya
• Bereaksilah kalau narasumber memberi jawaban seperti mimik, ataupun gerak tubuhnya.
• Meminta narasumber memberi jawaban spesifik : contohnya apa pak?
• Buatlah narasumber mau bercerita yang lebih panjang
• Menghindari pertanyaan seperti ‘’bisakah anda bercerita’’, tetapi bisa dilakukan dengan cara ; mohon maaf,bisakah anda ….’

Tips wawancara terbaik
1. Jangan bertanya dua sampai tiga pertanyaan sekaligus
2. Jangan membuat pertanyaan yang panjang sehingga jawabannya yes or no
3. Jangan takut memberi jeda kepada narasumber atau kita lebih enak
mendapatkan jawaban yang lebih panjang.
4. Jadilah pendengar yang baik, jangan sibuk dengan daftar pertanyaan.


TIPS STANDUPPER
 Menulis Rangkuman
Kadangkalanya reporter, sering melakukan kesalahan ketika melakukan standupper, karena tidak mempunyai rangkuman, sehingga kelihatan kaku, tidak teratur apa yang akan disampaikan. Akibatnya, penonton tidak mengerti apa inti sari dari laporan tersebut.

Tiga basic melakukan standupper
a. Opening
b. Bridge [Menjembati kedua kali]
c. Closing [Inti dari yang depan maupun yang tengah, atau pun rangkuman dari reporase anda.

Yang baca berpahala..

PROGRAM AND MARKETING TV


Andra S Kelana ; Batam TV


INTRO
Di station televise, kita tidak mengenal namanya ‘’Superman’’. Tetapi, bagi station televise, kita lebih mengenal ‘’Superteam’’. Satu departemen, saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Karena tujuan akhir televise adalah penonton dan pengiklan. Kalau tidak ada penonton, maka pengiklan tidak akan berbelanja di station tersebut, begitu juga sebaliknya, kalau tidak ada pengiklan, bagaimana station tersebut maun mencari penonton. Ini disebabkan, biaya produksi/biaya operasional televise itu mahal, bung!

Sebelum kepada titik, bagaimana merancang program dan marketing, perlu diingatkan adalah, ciri-ciri di station televise adalah konsisten terhadap program, mulai dari menit ke menit. Dan seorang programmer harus cepat mengambil keputusan apabila terjadi sesuatu yang tidak diduga.

Kemudian, bagi seorang programmer televise, harus bisa merancang program untuk tiga bulan ke depan [13 episode program]. Dan membuat program tisier yang harus dipromosiskan setiap saat dan waktu. Misalnya; ‘’Tunggu program kami…..’’ atau ‘’ Saksikan penayangan film ini besok malam pada pukul….,’’ begitulah seterus, sampai program tersebut diputar pada waktu yang telah ditentukan.

THE CREDO
There is no station loyalitas it’s only loyal to program.
Artinya, tidak ada penonton yang loyal terhadap salah satu station, tetapi penonton sangat loyal terhadap program-program acara yang disuguhkan oleh televise. Jadi, untuk mengikat penonton agar tetap loyal terhadap stationnya, rancanglah progam yang membuat penonton agar tetap loyal.

KEY SUCCES FACTOR
1. Avoid owner bugs
2. Clear positioning - clear bagi pengiklan, pilih program unggulan--
3. Coverage
4. Quality of programming –memotong iklan bagus, bumper in & out--
5. Human capital
6. Solid management and teamwork
7. Substantial financing

ESSENTIAL ELEMENT IN BROADCASTING MANAGEMENT
1. Management skill
2. Management function
3. Management roles

THE CHALLEUGE OF PROGRAMMER
Maximizing and maintaining audience size


GENERATING TV RATING
1. Content program
2. Schedulling
3. Promotion –on air or off air--
4. Coverage

PROGRAMMING FACTORS
1. Competing stations
2. Building audience flow
3. Building audience habitat
4. Available audience
5. Audience interest
6. Budget
7. Advertier interest
8. Program inventory
9. Local production capabilities

COMMON STRATEGIC IN PROGRAMMING
1. Lead of / lead in
2. Hammocking –meletakan program lemah dibawah program yang kuat—
3. Blocking
4. Tent polling
5. Bridging
6. Counter programming
7. Stunting –sesaat—

MARKET OVERVIEW
1. Ad spend growth slowly
2. More product / brand
3. Concentrated to big station
4. TV cluttered
5. Konsolidated ad agency
6. Smart & bargained client

PRICING STRATEGY
1. Flat rate
2. Differentiated price
• CPRP [Cost price rating point] Approach
• CPI Guaranted
• Packaged deal
• Cast discount
3. Commitment billing

PROCUT STRATEGY
1. Regular
2. Blocking program
3. Sponsorship event
4. Media Mix and cross media selling

COMMUNICATION STRATEGY
1. Leverage media group
2. Capitalize interest / mail
3. Profesionalisme & communicative brochure / flyer etc
4. Sales tool & presentation kit
5. Unigue gathering

ORGANIZATION STRATEGY
1. Marketing
2. Sales team
3. Sales support
4. Event development
5. Marketing production

THE FUTURE
1. Social forces
2. Technological forces
3. Economic forces
4. Public policy forces


Yang baca berpahala..

BERITA, PROGRAM ‘’MAHAL’’

Andra S Kelana ; Pemimpin Redaksi


Di station televise, kita tidak mengenal namanya ‘’Superman’’. Tetapi, bagi station televise, kita lebih mengenal ‘’Superteam’’. Satu departemen, saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Karena tujuan akhir televise adalah penonton dan pengiklan. Kalau tidak ada penonton, maka pengiklan tidak akan berbelanja di station tersebut, begitu juga sebaliknya, kalau tidak ada pengiklan, bagaimana station tersebut maun mencari penonton. Ini disebabkan, biaya produksi/biaya operasional televise itu mahal, bung!


Sebelum kepada titik, bagaimana merancang program (berbagai macam program, baik news maupun non news) dan marketing. Perlu diingatkan adalah, ciri-ciri di station televise adalah konsisten terhadap program, mulai dari menit ke menit. Dan seorang programmer harus cepat mengambil keputusan apabila terjadi sesuatu yang tidak diduga.

Redaksi, merupakan sebuah program pemberitaan di sebuah televisi. Biasanya program pemberitaan selalu ditunggu-tunggu oleh pemirsa, karena ingin mendapatkan informasi tercepat dan terlengkap. Biasanya, program-program pemberitaan selalu menjadi ‘’buruan’’ para pemasangan iklan. Dan disinilah kesempatan bagi teman-teman marketing untuk mendapatkan klien. Meskipun harganya (rate) sangat ‘’MAHAL’’ di program ini.

Kenapa mesti ‘’MAHAL’’. Percayakah anda, bahwa tidak semua orang memiliki waktu untuk menonton sebuah program yang ditayangkan oleh televisi, tetapi hampir semua orang menghabiskan waktu dalam tempo 30 sampai 60 menit untuk menonton berita. Karena ingin mendapatkan informasi tercepat.



Redaksi
Siapa itu redaksi. Redaksi atau wartawan adalah orang yang mengumpul data dan fakta, membuat sebuah berita, dan menyiarkan (broadcast) berita tersebut. DI reaksi terbagi beberapa team kerja yaitu: reporter, cameramen, editing naskah, editing gambar. Mereka-mereka inilah yang membuat paket berita untuk ditayangkan dan disampaikan kepada masyarakat.

Alien itu bernama ‘’RATING’’
Nah, di televisi dikenal lagi dengan namanya rating. Ibaratnya sebuah hakim, rating adalah kata penentu kemenangan atau kekalahan dalam dunia pertelevisian di Indonesia. Hidup atau matinya sebuah program televisi sangat tergantung oleh angka rating yang bagus. Kalau sebuah program televisi mendapat rating yang tinggi, maka dapat diasumsikan akan ada banyak pendapatan dari iklan yang akan masuk ke televisi tersebut.

Namun sebaliknya bila rating sebuah program turun, televisi tersebut kehilangan pemasukan iklan. Dengan demikian rating adalah TUHAN bagi para pekerja televisi. Merekarela berjumpalitan kerja siang malam demi memperoleh angka rating tersebut.

Yang baca berpahala..

Malam Ini Silang Penutupan KSM
Minggu, 09 September 2007
”LUAR biasa!. Itulah kalimat yang bisa saya sampaikan kepada rekan-rekan sekerja khususnya tim siaran siaran luar, yang telah mendukung kerjasama terselenggaranya siaran luar dengan frekuensi dua kali seminggu dengan event yang sama yaitu Kenduri Seni Melayu (KSM) 2007 di Sumatera Promotion Centre,” ujar Penanggungjawab Siaran Langsung (Silang), Andra S Kelana.


Menurut Andra, semua rekan-rekan satu tim, sudah bekerja dengan keras untuk menyuguhkan gambar-gambar terbaik yang akan dinikmati oleh penonton Batam TV, karena mereka tidak sempat melihat secara langsung senarai acara pementasan di event Kenduri Seni Melayu 2007, apalagi yang tampil pada malam pertama berasal dari sanggar Kota Batam, Tanjungpinang, Natuna, Karimun, Lampung, Lingga, Bangka Belitung, Kuala Lumpur, pembacaan puisi penyair dari Medan, A Rahim Kahhar serta penyair Kepri Hoesnizar Hood.


Dan sesuai dengan janji Batam TV, bagi masyarakat yang tidak dapat menikmati bagaimana perhelatan seni dan kebudayaan dipertunjukkan, malam ini Batam TV kembali menyiarkan langsung senarai acara malam penutupan Kenduri Seni Melayu 2007.


Berbagai pertunjukan telah dipersiapkan oleh panitia, seperti penampilan dari Sangar Elang Perkasa dan Sri Madani dari Kota Batam, Sanggar Seni Karimun, Sanggar Megad Lingga, Sanggar Seni Kemudi dari kota Dumai, Jambi, Sumatera Utara dan Rokan Hulu, dan berbagai pertunjukkan kesenian lainnya, yang semuanya disuguhkan oleh Dinas Pariwisata Kota Batam melalui Batam TV, dengan menyiarkan langsung senarai acara tergsebut.

Yang baca berpahala..

Gugah Hati dan Kekuatan Cinta
Minggu, 13 Januari 2008
USIA bertambah, semangat pun semakin bertambah. Memasuki usia Batam TV kelima, kru redaksi pun mengevaluasi diri, evaluasi kinerja tahun 2007 dan merancang program tahun 2008. Mengedepankan moto ‘’Redaksi Batam TV Peduli Kami”, dan mengandalkan program Detak Kepri, Info Malam, Sweeping Harian dan Sweeping Mingguan, redaksi kembali meluncurkan program terbaru.


Memang selama ini program news, sudah menjadi bagian informasi masyarakat Batam, Tanjungpinang, Karimun, dan Bintan maupun daerah-daerah yang menangkap siaran ini. Tetapi, tim redaksi Batam TV belumlah begitu puas dengan program news maupun tampilannya. Karena masih banyak human error. Itulah yang akan diperbaiki tim redaksi pada tahun 2008 di usia kelima ini.


‘’Kami mengucapkan terimakasih kepada pemirsa Batam TV yang telah menjadikan program Detak Kepri, Info Malam dan Sweeping sebagai program pilihan. Kami ada, karena anda telah menonton kami. Dan kami sudah menerima kritikan, saran dari pemirsa Batam TV. Dan kami juga menerima informasi dari seluruh masyarakat, tetapi bukan infomrasi yang menyesatkan, menfitnah,” kata Andra S Kelana, Pemimpin Redaksi Batam TV.

Gugah Hati dan Kekuatan Cinta
Selain itu, dalam waktu dekat, tim redaksi akan meluncurkan program talkshow terbaru, dengan mengambil setting live (siaran langsung dari studio) atau record di tempat yang telah ditentukan. Tema dalam program ini adalah ‘’menggugah hati dan mengandalkan kekuatan cinta (power of love).


‘’Selama ini banyak sekali program-program talkshow di stasiun televisi mengandalkan kekuatan pikiran, tetapi sedikit sekali program yang mengusung tema menggugah hati, dan tema kekuatan cinta. Inilah konsep yang akan kita suguhkan kepada pemirsa Batam TV di Kepri,” ungkap.

Yang baca berpahala..

PWI Riau, Kagumi Batam TV
Minggu, 30 Desember 2007
BARU saja menginjakkan kaki di Kota Batam, setelah lelah menunggu lama di Bandara Sultan Syarif Qasim Pekanbaru karena pesawat delay, belasan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau langsung melakukan kunjungan ke Batam TV yang terletak di Gedung Graha Pena Lantai 9.


Dari Pekanbaru, Riau panitia sudah mengagendakan akan melakukan kunjungan ke Batam TV, serta beberapa media cetak lainnya di Batam, sebagai lawatan kerja.


Karena, ungkap Deny sebagai ketua rombongan, sebelumnya wartawan-wartawan di Kepri ini masih bergabung dengan PWI Riau. Segala urusan administradi selalu melintasi Riau. Tetapi, karena terjadi pemekaran wilayah, Kepri menjadi Provinsi Kepulauan Riau, maka secara otomatis PWI Kepri berdiri secara indepent dan lepas dari Riau.


''Tetapi kita ingin berpisah begitu saja, tali persaudaraan tetap dijalin dan dirajut, makanya setelah sekian lama akhirnya kami kembali mengagendakan lawatan ke PWI Kepri dan beberapa media cetak dan elektronik di Kepri,'' papar Deny.


Salah satu tempat yang dikunjungi adalah Batam TV. Belasan pengurus PWI langsung terkagum-kagum melihat studio Batam TV.


''Wah..! Studio Batam TV luar biasa besar dan bagus,'' celetuk salah seorang pengurus. Ada juga pengurus PWI menanyakan sistem pengeditan gambar yang akan ditayangkan. Semuanya mendapat penjelasan dari Pemimpin Redaksi Andra S Kelana yang menyambut kedatang rombongan ini.

Yang baca berpahala..

Ismeth : Sudah Berapa Jam Siaran

BATAM Televisi, merupakan satu dari empat media local yang mendapatkan anugerah Insan Olahraga KONI Kepri 2007, sebagai media yang aktif memberitakan olahraga lokal di Kepri. Dalam penyerahan penghargaan yang diberikan oleh Gubernur Kepri, Ismeth Abdullah, sempat menanyakan tentang keberadaan Batam TV.


‘’Eh.. Batam TV ya, sudah berapa jam siaran?” tanya Ismeth Abdullah kepada Andra S Kelana, Pemimpin Redaksi Batam TV yang menerima penghargaan dari KONI Kepri tersebut.


Lantas, dijawab Andra, bahwa saat ini Batam TV sudah melakukan siaran sejak pukul 07.00 wib pagi, hingga pukul 24.00 WIB, atau sekitar 12 jam siaran. ‘’Waduh.. bagus ya…selamat,” kata Ismeth lagi.

Yang baca berpahala..


Talkshow 2 Tahun Dahlan-Ria


SATU Maret 2008, sudah dua tahun pasangan Walikota Ahmad Dahlan dan Ria Saftarika memimpin jajaran Pemerintahan Kota Batam. Tentunya, selama dua tahun banyak program kerja yang sudah dan akan dilaksanakan. Untuk mengetahui apa-apa yang sudah dilakukan Pemko Batam semasa kepemimpinan Dahlan-Ria, maka Batam TV akan menggelar dialog khusus dengan jajaran Pemko, serta Walikota Batam.


Tema-tema yang akan dibahas dalam dialog khusus adalah masalah pendidikan di Kota Batam, pariwisata Batam menjelang Visit Batam Year 2010, mempertahankan Adipura sebagai kota terbersih. Kemudian, Batam TV juga akan melakukan dialog khusus dengan walikota dalam program Lepas Penat (Lepat), serta talkshow langsung Walikota Ahmad Dahlan dan Ria Saftarika di studio Batam TV.


Pemimpin Redaksi Batam TV, Andra S Kelana mengungkapkan, dialog khusus tentang kepemimpinan Dahlan-Ria, merupakan yang kedua kalinya. Pada tahun lalu, tepatnya satu tahun masa kepemimpinan Dahlan-Ria, Batam TV juga membuat program talkshow kontinu selama satu minggu.


‘’Nah, pada tahun ini, ketia dua tahun Dahlan-Ria, kami kembali membuat program talkshow tentang kinerja pemimpin ini. Seperti membahas masalah pendidikan, pariwisata, adipura serta tanggal 29 nanti, kami mengundang Ahmad Dahlan dan Ria Saftarika untuk duduk bersama melakukan talkshow di studio Batam TV pada pukul 20.00 WIB,” papar Andra.

Dalam talkshow ini, kami juga mengajak masyarakat untuk memberi masukan melalui telepon interaktif kepada walikota maupun wakil walikota untuk membangun Batam pada tahun-tahun selanjutnya. Untuk lebih jelasnya, saksikan talkhos khusus ini mulai Senin hingga Jumat.

Yang baca berpahala..


Orangtua

Cerpen : Andra S Kelana

ORANG tua itu memasuki kapal. Pakaiannya sederhana, lusuh. Berkopiah hitam kekuning-kuningan. Baju biru laut, celana dongker. Orangtua itu juga memakai sepatu, sama seperti orang lain. Hanya saja merek sepatunya berbeda, begitu juga harganya, tidaklah begitu mahal. Sepatunya pun berlepotan warna dan bentuknya. Tergolong miskinlah orangtua ini, seperti yang diungkapkan oleh pemerintah sebagai keluarga pra-sejahtera? Mungkin saja.
Raut wajah mulai keriputan, bulu-bulu di wajah sudah berantakan. Uban di kepala sudah bertaburan, tak bisa dihitung dengan jari tangan. Ini menandakan bahwa orangtua ini sudah menjelang usia senja. Siap-siap akan menghadapi Rabbi...!
Orangtua itu menempati sebuah kamar. Kamar di sebuah kapal yang ditumpanginya tidaklah seperti suatu kamar eksekutif. Hanya berukuran setengah lancang kanan, dibatasi dengan sekeping papan.

Begitulah keadaan kamar di kapal yang ditumpang orangtua ini. Kalau musim lebaran atau liburan sekolah, kita tidak akan mendapatkan kamar, karena sudah dipesan terlebih dahulu. Begitulah keadaan kapal, maka penumang pun tidur diemperan dekat dengan sayur dan ikan asin. Massallah..!
Kelelahan dengan usianya, begitu terbesit diwajah orangtua satu ini. Umurnya diperkirakan sudah 65 tahun, tetapi sesama orang dia selalu bersahabat. Setelah duduk beberapa saat, dia pun menyapa seorang pemuda disamping kamarnya.
''Dikau hendak ke mane?'' tanyanya parau dengan logat Melayu.
''Bapak hendak ke mana! jawab pemuda itu, berbalik bertanya kepada pak tua.
Tidak dijawab, justeru diberi pertanyaan, orangtua itu mendelik, melihatkan wajah angkernya, meskipun sudah keriputan. Marah, agaknya.
''Kau! aku bertanya, engkau pula balik bertanya,'' sergahnya, sambil berkacak pinggang, menunjuk-nunjuk telunjuk ke wajah pemuda itu.
''Maksud saya bapak mau ke mana,'' pemuda itu tetap bertahan dengan pendapatnya awal, tetapi dengan nada lembut, takut dimarahi lagi oleh orangtua itu.
''Aku tak bisa ditanya budak seperti engkau ini,'' katanya lagi. ''Engkau anak siapa, keturunan siapa, suku ape, tak tahu adat istiadat. Tak berbudaya, badan saje besar panjang, tapi otak tak ade,'' orangtua itu semakin menjadi-jadi marahnya. Kopiah yang semulanya tegak lurus, sudah lintang pukang, dihempasnya ke lantai.
''Ada-ada saja bapak ini. Orang tak boleh bertanya''. Pemuda itu itu menggerutu pada dirinya sendiri. Sedangkan penumpang di sekeliling mereka asyik memperhatikan. Ada yang tersenyum di kulum, ada yang tertawa cekikikan. Sedangkan pemuda itu sudah malas meladeni orangtua yang dianggapnya terkena penyakit gangguan kejiwaan.
''Kamu jangan cakap sembarang, sekarang ini musim pemilu,'' orangtua ini sudah meracau tak tentu arah. Sementara itu, pemuda itu sudah penuh kerisauan, setelah keberadaan orangtua ini. Hendak dia marah, takut kualat. Tapi..
''Hei Pak! apa hubungannya saya bertanya dengan pemilu. Sekarang ini sudah demokrasi, kita boleh berbicara apa saja, tetapi asal jangan meracau seperti bapak itu, karena dapat memekakan telinga orang yang ada di kapal ini,'' kata pemuda itu tak kalahbsengitnya.
''Diam kau! Aku ini lagi sakit, tidak bisa ditanya siapa pun juga, walaupun presiden. Operdomeng and kamu orang ya.. nanti aku lesing, pekak telinga engkau sebelah,''bsergah pak tua itu meratap. Bahasanya sedikit bercampur ke Belanda-an.
***
PEMUDA itu dengan enggan pergi berlalu dari hadapan pak tua. Dia pergi mengitari kapal yang belum berangkat. Tepat pukul 17.00 WIB, terompet kapal meraung-raung, menandakan kapal segera akan berangkat. Semua penumang sudah menempati tempat duduk maupun kamar. Tetapi tidak bagi pemuda itu, dia tetap berdiri dekat pintu masuk kapal, menatap rumah-rumah terapung di tepi sungai.
''Kalau aku duduk, jangan-jangan orangtua itu membuat onar lagi, bikin pusing kepala saja,'' gerutunya dalam hati.
Bersama dengan berangkatnya kapal, muncul tiga orang bule. Bule-bule itu mengambil kamar berdamping kanan dengan orangtua itu. Melihat bule yang datang, pak itu terus melototinya. Aneh mungkin! atau ada rasa kegeraman di hatinya, karena pernah mendenga bunyi dentuman meriam dan amis bau darah di tahun 1945.
***
KAPAL berlalu dari pelabuhan, menyelusuri selat-selat dan sungai. Pemandang sore itu sungguh indah. Air warna kemerah-merahan tenang, bersahabat, tak ada riang gelombang, yang membuat kapal menari-nari. Matahari berwarna merah, berangsur-angsur kembali ke perabuan, meninggalkan rona merah di langit sebelah barat.
Azan magrib berkumdang, dari sebuah surau di suatu perkampungan yang dilintasi kapal itu. Ini menandakan malam sudah tiba, memperlihatkan ribuan kunang-kunang dibpohon-pohon kayu yang hanya menunggu waktu untuk ditebang oleh pemilik HPH.
Ilustrasi alam seperti ini dimanfaatkan oleh bule yang berada di kapal itu. Sementara, sang pemuda hanya bisa menuliskan rangkaian kata puisi alam di dalam hatinya. Seorang itu sibuk dengan kameranya. Pret..!, cahaya bliz dari lampu kameranya meng-scaner pemandang alam itu.
Sedangkan bule satu lagi, memakai handycame, sibuk mendokumentasikan matahari yang berada diujung kayu-kayu hutan. Nelayan yang berkayu-kayu dengan sampan congkongnya pulang ke rumah, dengan memberikan harapan kepada keluarganya.
Beberapa menit kemudian, tiga orang lelaki yang menjadi petugas di kapal tersebut mendatangi setiap penumpang, meminta memperlihatkan tiket, sehingga sampailah kepada pak tua.
''Pak! mana tiketnya?'' tanya petugas itu kepada pak tua itu.
''Tiket apa?'' sahutnya dengan nada tinggi, berbalik bertanya kepada petugas kapal. Orang-orang di sekitarnya mulai mengalihkan bola mata kepada orangtua itu.
''Tiket kapal, bukti pembayaran,'' kata petugas itu lagi.
''Sedap betul engkau meminta tiket pada aku. Walaupun tua-tua bangka, aku ini pejuang '45, membela tanah air. Engkau saja belum lahir, sudah berani meminta tiket pada aku,'' katanya dengan nada tinggi.
''Aku dulu berjuang mati-mati membela tanah leluhur, tak ada orang kasihan. Tengok tangan aku, masih tersemai sebutir peluru. Gaji veteran yang aku terima kecil, tak cukup nak beli beras dan ikan asin. Aku tak mau bayar. Padan muka engkau,'' orangtua itu mulai meracau lagi.
Melihat gelagat yang tak baik, petugas kapal itu lebih memilih meninggalkan orangtua itu sendirian. Biarlah dia larut dengan keheningan cipta, atas toreh prestasi perjuangannya membela tanah nenak moyang.
***
KAPAL terus melaju, menelusuri kesenyap sungai. Gemerik air, dibelah haluan kapal terdengar di telinga dengan jelas. Nyanyian hutan malam, yang dihiasi ribuan kunang-kunang, membuat bule-bule itu semakin asyik. Pemandang seperti tak pernah dia lihat di Amerika Serikat, Jerman, Belanda atau eropa lainnya yang syarat dengan gedung pencakar langit dan lampu ribuan watt.
''Hai..,'' Pak tua itu menyapa bule, sambil melambaikan tangannya.
''Hello,'' bule itu membalas sapaan.
''Fahter?'' kata Pak tua, sambil menunjuk dirinya.
''No. No father,'' jawab sang bule.
''Fahter itu ayah, orangtua, tahu tak dikau,'' sergah orangtua itu pada bule. Hal ini menjadi perhatian ketiga orang-orang di kapal itu.
''No. No fahter,'' bule itu menggeleng keheran-heranan.
''Ayah! Coba engkau sebut,''
''Water itu air!,'' kata orangtua itu lagi. Mungkin sang bule mengerti apa yang dimaksud orangtua di depannya itu.
''A.. i.. r..'' jawab bule itu mengeja-eja huruf demi huruf, seperti seorang bayi yangbbaru belajar berbicara. Bule itu memandangi pak tua cemas. Dia mengemasi barang-barangnya yang berdekatan dengan pak tua.
''Kita harus mengajarkan kepada orang-orang seperti mereka ini bercakap bahasa kita, biar mereka bisa juga bercakap-cakap dengan bahasa Melayu. Bukan kita saja mengikuti kata mereka," komenter pak tua. Bagus juga pikir pemuda itu.
''Ini Riau. Ini kampung Melayu. Aku ini orang Melayu. Jangan macam-macam dengan orang Melayu," katanya pula, entah kepada siapa dia bercakap, menggerutu sendiri.
***
KAPAL terus melaju,belayar ke tujuan. Dendang kerinduan mengikuti rentak mesin-mesin kapal. Keluar dari speaker yang terpasang di langit-langit kapal. Angin berhembus lewat jendela kapal, menerpa setiap penumpang.
Suasana hening, karena sebagian penumpang ada yang sudah terbawa oleh impian, bahkan ada yang mendengkur pulas. Pemuda itu belum juga tidur. Dia menghampiri salah seorang bule yang belum tidur. Mereka saling berkenalan, dialog pun terjadi antara bule dan pemuda itu. Sang bule nampak antusias menanyakan alam Indonesia.
Sementara pak tua itu sudah tertidur pulas. Pemuda itu mamdang pak tua yang berselimpuh kaki karena menahan dingin angin malam, yang berhembus masuk dari celah-celah jendela kapal tersebut.
Setelah dua belas jam perjalan, sirena kapal pun meraung-meraung, menandakan, kapal akan sudah merapat. Penumpang, sibuk dengan barangnya, menaiki tangga, meninggalkan kelalahan dinkapal. Bule dan pemuda pun, dengan wajah kusut masai pergi meninggalkan kesan di dalam kapal tersebut.
Yang membuat pemuda itu terkejut, sejak dari tadi dia tidak melihat orangtua itu lagi.
''Siapa sebenarnya orang itu. Aku lupa menanyakan, siapa namnya,'' gumam pemuda itu bernama Abdul Kadir, dalam hati. Pemikiran berkecamuk tentang perangai orangtua itu.
''Ah..! semoga dia tidak apa-apa,'' hati Kadir berkata-kata. ***

Yang baca berpahala..


Sejemput
Cerpen : Andra S Kelana
PAK Ngok, bersandar di haluan perahu yang ditungganginya, dikayuh dan didayungnya setiap hari. Termenung, lantaran tanah sejemput. Pak Ngok tersenyum, bermimpi akan menjadi orang kaya, gara-gara tanah sejemput.
Semenara, di hadapannya, tegak berdiri bukit Tanjung Tuan negeri jiran. Empasan ombak Selat Malaka menina-bobokan Pak Ngok. Dalam kelelapan, yang diayunkan riaknya gelombang, orangtua satu ini berharap dapatkan mimpi jadi orang kaya, walau hanya sebentar.
Pak Ngok tidak hanya mengigau di siang bolong, kalau ia jadi orang kaya. Ketika jembatan Rupat dengan Lingga terbentang menapak Selat Malaka, tapi dia ingin jadi orang terkenal, seperti Sakai di bawah bawang-bawang pipa minyak. Bonai, tak dapat tebarkan jaring-jaring, di mana ikan-ikan di laut hanya menanti hari-harikematian, di mana laut telah dicemari kotoran minyak.


Bila orang berceloteh dengan kemunafikan atas tanah sejemput bisa membuat Pak Ngok kaya,. Dia, gundah gulana. Ingin rasanya dia menetak, membacok atau membawa ke pengadilan negeri atau pengadilan negeri apatah, bila orang mengejekigauan jadi orang kaya.
Begitu juga Dolah, si anak semata wayang yang tidak pernah dijadikan wayang oleh Pak Ngok, yang telah beranak pinak di rumah orang tuanya sendiri, tak kuasa mensensor mimpi abah-nya, bagaikan kerasukan. Apalagi setelah pernah berjabat tangan dengan Encik Tun Datuk Azam bulan lalu, yang telah menjanjikan tanah Pak Ngok akan dibeli dengan ringgit. Jumlahnya tak tahulah.
Pak Ngok, di kampung itu bukanlah orang kaya. Tidak pula tuan tanah. Dia hanya memiliki tanah sejemput, peninggalan orang tuanya yang bersebelahan dengan tempat pemakaman umum (TPU).
Dulunya, tanah itu cukup luas, tetapi orang tua Pak Ngok, kakeknya Dolah, cucu dari sekian anak Dolah, telah menghibahkan sebagian tanah tersebut untuk perkuburan umum. Termasuklah kuburan orangnya sendiri.
Itupun mau dijual Pak Ngok, kepada encik-encik di negeri jiran seperti yang telah dijanjikan tempo dulu. Siapapun tak dapat menghalang niat Pak Ngok untuk menjual tanah. Begitu juga penghulu kampung Nasir atau sesepuh adat Wak Bujang. Bahkan orang tuanya Pak Ngok sendiri, Tuk Tengah --namanya, terus menghantui tidur-tidurnya, tetapi tekad tetap.
Seperti mimpi Jumat malam, sehingga membuat napas Pak Ngok tersendat-sendat.
''Sumpah, rasa nak mampus aku dibuat mimpi ini,'' umpat Pak Ngok, ketika terbangun dari mimpi. Mimpi Pak Ngok tidaklah begitu sadis, seperti orang yang bermimpi dikejar-kejar hantu dalam film ''Pembalasan Hantu Kuburan'' atau film horor lainnya.
Pak Ngok hanya memimpikan abahnya atau kakeknya Dolah datang padanya, kalaulah tanah itu merupakan titisan dari orang tuanyadulu, kakeknya Pak Ngok, moyangnya Dolah. Boleh dikatakan, tanah pusaka, kata orang kampung, ''kualat'' bila dijualnya. Jumpalah, dengan aku teriak Pak Ngok.
''Ngok,'' ungkap orangtuanya. ''Suatu ketika, abah berjumpa dengan kakek mu. Dia duduk bersandar di pohon kelapa yang engkau tanam di sudut tanah ini. Dia menatapi laut Selat Malaka, sepertijuga engkau. Di mana gelombang pasang, empaskan harapan penjala ikan, sama seperti engkau,'' ucap abah Pak Ngok.
Tapi celoteh abahnya itu membuat Pak Ngok tidak mengerti arti dan makna yang tersirat maupun tersurat. Memang dasarnya Pak Ngok yang tidak mau sekolah, walaupun wajib belajar belum sampai ke kampungnya.
Matanya redup, terkebil-kebil menikmati lambaian jari-jemari niur kelapa. Lantas, orangtuanya terus berkata, ''Tetapi, kakekmu, tergelepak dengan kepala berlumuran darah karena tertimpa kelapa yang engkau tanam,'' kata abahnya, yang membuat Pak Ngok semakin tak mengerti sama sekali. Hingga gunda-gulana hatinya, bagaimana dia harus pergi dari orangtua dalam impinya.
''Tak perlu kau berisau hati. Sebenteer lagi abahmu ini akan pergi juga. Tapi perlu kau ingat, kakekmu mati karena kelapa yang engkau tanam itu,'' ucap abahnya lagi, dan kemudian pergi meninggalkan Pak Ngok. Seketika itu juga dia terbangun dari mimpi, ketika perahunya telah terdampar di pantai pasir putih.
***
Pak Ngok pulang ke rumah dari melaut. Sebelum pulang ke rumah, tanah sejemput peninggalan warisan dari sang kakek dipandanginya. Tidak seperti hari-hari biasa, di mana tanah sejemput miliknya itu merupakan tempat lalu lalang Pak Ngok, bila pergi ke laut atawa ke rumah temannya. Dia tidak merasa ketakutan bila melinta�
si kuburan ketika malam kelam telah tiba.
Dia memandangi tanah itu dengan seksama, seakan-akan berdialog dengan sang tanah. Terlihat mulutnya komat-kamit, entah apa yang dikatakannya.
''Bursss,'' Air menyebur dari mulut Pak Ngok, muncrat ke tanah milik orangtuannya. Rupanya Pak Ngok telah membaca jampi-jampi, entah untuk siapa.
Matanya bundar dan memerah, karena percikan air laut yang mengandung garam. Kulitnya hitam-kelam, akibat iritasi matahari. Dia memandang lurus ke depan, tepatnya di titik derjat pohon kelapa, yang entah mengapa, hanya tumbuh satu batang. Mulutnya tetap berkomat-kamit. Kemudian air yang ada di mulutnya disemburkan ke luar, ''burss''. Sedangkan sisanya, masih bersemberautan di bibirnya yang menghitam karena rokok buatan Malaysia.
Setelah usai upacara kecil-kecilan itu, barulah Pak Ngok hengkang dari tanah sejemput peninggalan orangtuanya. Yang kuburan abah dan kakeknya saling berdekatan. Selain itu, hanya dihuni satu pohon kelapa yang telah berumur sekian tahun pula.
Dia tinggalkan tanah warisan, dengan suatu harapan, janganlah mimpi-mimpi yang membuat dirinya tak mengerti, tak dapat di cerna oleh otaknya, yang hanya pernah mengecap pendidikan di sekolah rakyat (SR). Itupun di zaman penjajahan Nederland.
''Orang tua, terlampau banyak pepatah, petitihnya,'' geruntuknya, sambil meninggalkan tanah-tanah impian, walaupun hanya sejemput.
Dalam perjalanan pulang, tak satu pun teguran orang-orang di sahutnya. Pak Ngok terus menyelonong, melajukan langkahnya. Dia engan berbual-bual dengan orang, padahal di kampung itu Pak Ngok sangat dikenal dengan bualnya, terutama cerita joget Melayu di Dabo Singkep sehingga dapat berkenalan dengan Siti Hawa di lokasi joget.
Cerita yang paling digemari Pak Ngok, makan gulai tempoyak durian ikan Sembilang di Bengkalis bersama dengan sahabatnya Cik Ggu Gapar ynag telah jadi guru. Cerita Pak Ngok, setelah merasa gulai tempoyak durian ikan Sembilang, Pak Ngok langsung makan empat piring. Apalagi, istri sahabat kental Cik Gu Gapar, mantan pacarnya dulu, yang juga bekas joget, Siti Hawa namanya.
Tidak hanya tegur sapa orang kampung. Di kedai kopi tempat biasa mengutang dan berbual-bual, juga tak dikunjungi Pak Ngok. Padahal kawan-kawan satu profesi melaut sudah menunggu kehadirannya.
Biasanya mereka bercerita masalah angin utara yang mengurangi pendapatan mereka, cerita tentang harga ikan yang turun akibat permainan harga oleh KUD Trisakti dengan pedagang atau cerita lainnya. Bahkan masalah tanah pun pernah diceritakan Pak Ngok.
***
SUDAH berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, Pak Ngok tidak pernah mengayuh sampannya, tebarkan jaringnya. Sauh, perahunya tak pernah lengket di pasir. Begitu juga ke warung tempat biasa Pak Ngok ngutang secangkir kopi. Hari-hari Pak Ngok hanya menanti kehadiran encik-encik yang akan membeli tanahnya. Seperti hari itu juga.
''Sudahlah bah, tidak perlu abah berpikir panjang bagaimana cara menjual tanah tersebut. Apalagi tanah itu, satu-satunya warisan kakek saya yang kelak mungkin jadi warisan untuk cucu abah,'' kata Dolah anaknya pada suatu ketika.
''Mike budak-budak, tahu apa soal warisan orangtua. Ini tanah untuk aku. Soal cucu men-cucu, pandai-pandai kalianlah sebagai orangtuanya. Apakah akan meninggalkan warisan atau utang sama sekali. Tak mungkin aku pula yang meninggalkan warisan kepada cucu-cucu aku. Dasar budak-buda tak sadar untung,'' marah Pak Ngok kepada anaknya Dolah.
Padan rasanya muka Dolah. Tetapi apa hendaknya dikatakan, bila orangtua sudah demikian, tak bolehlah menjawab secuilpun. Takut kualat nantinya, maklum dedap budak durhaka sudah banyak ceritanya.
''Terserah abahlah. Mau jual tanah sejemput itu, jualah. Kami tak akan meminta se-sen-pun dari abah. Tulang saya masih tetap telap memberi anak-bini makan, buat ape mengemis-ngemis dengan abah,'' ketus Dolah berlalu dihadapan orangtuanya.
Hari kehari Pak Ngok terus menanti saatnya encik-encik tersebut akan mengukur tanahnya. Semeter dua meter, seringgit atau seribu. Penantian tak kunjung datang. Sementara kerja lautnya, berlepakan di rumah, seperti halnya jaring. Sampan telah dimakan kapang pula di pasir putih.
Tak hanya Dolah selaku anak, yang melihat tabiat abahnya berputar seratus delapan puluh derjat. Orang kampung pun merasakan kehilangan orangtua ini. Orangtua selalu tegur sapa, ramah senyum, orang tua pembual di warung kopi, bila melaut tak dikunjunginya.
Sementara itu, temannya sang laut bertanya, ombak yang mengombang-ambing perahu Pak Ngok juga bertanya, angin yang bertindak sebagai mesin perahu pun bertanya, akupun bertanya,. Kemana perginya orangtua yang selalu tebarkan benang-benag nilun ke laut. Nan selalu tegakan layar. Menyanyikan laut, mendendangkan angin, melantunkan ombak, dengan lagu ''Tanjung Katung Airnya Biru,'' yang telah diubahnya Pulau Rupat airnya biru, tempat Pak Ngok meneberkan jaring.
Tapi, gara-gara tanah sejemput, Pak Ngok selesaikan cerita kita. Dimana Rupat, tanah impian setiap orang di negeri ini, biar mereka terkenal seperti Sakai, Akit dan Talang Mamak.

Pulau Rupat, 1998

Yang baca berpahala..

Kristal Cinta
Cerpen : Andra S Kelana

LULUK, Niken dan Ida Farida tertawa terbahak-bahak sambilcemal-cemil, mengisi hari-hari kosong mereka. Jemari tangannya terus menari di keypad handphone, mengirim SMS, sekali-kali mereka berbicara serius, lalu tertawa lagi. Gigi-gigi putih mereka terlihat mengkilat, dibawah lindungan bibir merah mekar.
''Niken..! lu lihat nggak, dipojok sana, ada cowok ganteng banget, seperti arjuna
sedang mencari cintanya yang hilang,'' ungkap Luluk, mengajak Niken dan Ida mengalihkan mata mereka ke sudut Kafe Tenda tempat biasa mereka mangkal, sambil gosip.
''Yang mana Luk...?'' tanya Niken.
''Itu yang rambutnya sedikit panjang, dan pakai koas warna hitam itu lho,'' ungkap Niken.
''Ah kamu Luk, kalau lihat cowok, hijau mata,'' timpal Ida, yang coba mengalihkan perhatiannya kepada sang cowok. Padahal dalam hatinya juga mengagumi ketampanan pria yang berada di sudut ruangan itu.



''Elu Da! macam nggak hijau saja memandang cowok ganteng. Dalam hati elu gue udah tahu, bahwa kamu juga mengaguminya. Jangan munafik dong,'' elak Luluk tak kalah gesitnya.
''Udah-udah! jangan bertengkar. Masak sama cowok seperti itu saja kita harus cuap-cuap seperti gini. Gengsi dong..! kita ini bukan wanita murahan,'' kata Niken.
''Aku setuju Ken. Luluk saja kayaknya ngebet banget sama tu cowok. Memang, ukanya tampan sich, siapa tahu kakinya cuma satu, atau cuma, au...au...!,'' Ida menggerakan tangannya memberikan bahasa isyarat, alias mengejek sang cowok itu adalah bisu.
Melihat peragaan Ida, Niken dan Luluk kembali tertawa terpingkal-pingkal. Sehingga, hampir seluruh mata orang yang ada di kafe tersebut memandang mereka. Sok menjadi perhatian, biar sang cowok itu juga memperhatikannya.

***
SETELAH selesai minum orange jus, Topan langsung meninggalkan kafe itu, langsung menuju mobilnya. Usai membayar minumannya, Topan perlahan-lahan mendekati meja tempat Niken, Luluk dan Ida, lagi cemal-cemil.
Jantung Niken, Luluk dan tak ketinggalan Ida berdetak tak beraturan. Awalnya mereka menuding pria tampan di sudut ruangan itu adalah orang cacat, ternyata seorang pria yang gagah sempurna, tidak seperti dalam pemikiran mereka.
''Ken, ada apa gerangan sang cowok mendekati meja kita?. Jangan-jangan...'' tanya Luluk, setengah berbisik kepada rekan-rekannya.
''Gue nggak tahu. Kenapa cowok itu mendekati kita''.
''Mungkin dia ngajak kenalan!'' kata Ida. Jantung mereka masih tetap berdegup tak karuan.
''Kalau dia mengajak kenalan atau mau mentraktir kita, khan lumayan, tak susah-susah kita mencari-carinya,'' kata Niken lagi, jantungnya semakin keras berdetak tak kalan pria itu sudah mendekatinya.
''Maaf mengganggu nona-nona manis!'' kata Topan, memberi salam sekaligus permohonan maaf.
''Ya, ada apa? apa ada anak anjingnya hilang? atau mau meminjam handphone untuk menelepon awek-awek ya,'' kata Niken membera nikan diri. Sedangkan Luluk yang ngebet dari awal, tak berkutik, bagaikan tikus yang campak ke beras, diam seribu bahasa.
''Terimakasih atas penghinaan ini! sory ya, saya juga sudah punya handphone. Gue cuma mau membilang pada elu semuanya. Kalau lagi di dalam kafe yang ketawa seperti kuntilanak, mengganggu orang lagi berpkir serius. Gara-gara elu, konsentrasi pemikiran gue hilang,'' kata Topan meninggi.
''Eeh..! memangnya disitu terganggu kalau kami ini tertawa terbahak-bahak. Khan kami yang punya mulut. Disitu boleh saja tertawa, kami tidak melarang,'' Niken membalas sengit, berdiri, berkacak pinggang, seakan-akan menantang mau berkelahi.
''Ken..! udah-udah, jangan diladeni, biar sajalah, kita kok yang kelewatan banget tertawanya,'' tutur Luluk lembut, sambil melirik-lirik ke wajah Topan.
''Biar saja Luk, biar pria sok ganteng ini tahu siapa kita-kita sebentar. Jangan meremahkan kami ya, elu pada belum tahu siapa kami ini,'' Niken berbicara sombong.
''Memang gue pikiran elu anak siapa. Yang penting, dan perlu ente-ente perhatikan, nkalau berada di dalam kafe atau restoran, jangan tertawa seperti nenek-nekek, mengganggu ketenangan semua orang,'' kata Topan yang langsung pergi meninggalkan cewek-cewek tersebut.
''Cowok sialan. Sok ganteng lu, makan tu kosentrasi, biar cepat nyahok lu,'' tukas Niken lagi, sambil melemparkan sebutir kacang ke arah Topan.
''Puk..!'' biarpun sebutir kacang itu mendarat ke tubuh Topan, tetapi dia enggak memperdulikannya. Dia langsung ke luar dari kafe menuju mobilnya.
''Cewek edan. Song cantik. Kalau udah nenek-nenek lisut lho,'' umpat Topan, sambil membawa mobilnya, melaju ke jalan Jendral Sudirman.
Sementara di dalam kafe, cewek bertiga itu masih juga belum beranjak. Mereka, tetapn membicarakan tentang pertemuan, pertengkaran dengan Topan.
''Ken, elu terlalu berani sich. Gue saja udah ketakutan melihat kamu seperti gituan,'' ungkap Luluk.
''Emangnya kenapa. Hebatkan gue, bisa menaklukan cowok seperti gituan. Ini gue kasih rahasia pada elu pada, kalau ada cowok seperti itu jangan dikasih hati?''
''Coba lu bayangin, kalau cowok terus ngotot dan menampar elu, kan berabe burusannya,''
''Cowok seperti itu tak bakalan berani menampar cewek. Dia juga yang malu, masakan cewek digamparin. Kasihan den kamu Luk,'' kata Niken lagi.
''Udah..! udah..! jangan bertengkar lagi. Tadi gue, sekarang kamu lagi Ken yang bersilat lidah,'' timpal Ida.
''Oke dech..!'' kata Niken.
''Ntar ya, gue mau ke toilet dulu, sudah nggak tahan dari tadi ingin pipis,'' kata Luluk langsung meninggalkan Niken dan Ida yang cengar-cengir sendirian.
''Payah kamu Luk, baru sebegitu saja sudah ingin pipis. Bagaimana kalau gue berantam benar dengan cowok tadi, mungkin kamu sudah terkencing di celana. Ha...ha..., kasihan dech kamu Luk,'' kata Niken.
''Udah...! udah...! bercandanya jangan keterlewatan. Mungkin daritadi Luluk sudah kepingin kencing. Lantaran elo cuam-cuam ame cowok keren tadi, Luluk makin tak tahan kepingin buar air kecil. Ayo Luk, kamu cepat ke toilet, ntar kencing disini, atau kamu kencing di celana khan bisa berabe,'' ujar Ida, tak kalah sengitnya tertawa.
Tanpa permisi lagi, bagaikan kancil kecil, Luluk langsung melompat dari kursinya dan pergi ke toilet. ***

Yang baca berpahala..

EUIS
Cerpen : Andra S Kelana

BELUM satu hari dipekerjakan sebagai pembantu, Euis (18), sudah pergi dari “tuannya”, Bertha, yang tinggal di jalan Sudirman. Padahal Bertha tidak mudah mendapatkan Euis yang dibawanya jauh-jauh dari Kota Kembang Bandung. Niat Bertha mengambil Euis dari salah satu yayasan, untuk membantu adiknya yang baru saja melahirkan sebagai baby sister.
Namun Bertha mungkin tidak terus terang kepada Euis, akan membawanya ke Pekan baru. Setahu Euis, dia diambil dari yayasan yang menampungnnya, bukan ke Pekanbaru, melainkan ke Tasikmalaya sebagaimana perjanjian awal. Setelah sampai di Pekanbaru, Euis terkejut.
“Jauh sekali saya dibawa, dimana sih ini dan kota apa ini Bu Bertha?” aku Euis lugu.
Bertha kehilangan Euis tepat hari pertama Euis bberada di Pekanbaru. Enntah karena apa, Bertha mengaku belum mengetahui sebabnya, Euis tiba-tiba menghilangdi saat dia sedang mandi sore --- ketika itu menjelang maghrib ---- dan penghuni rumah sedang sibuk dalam kamar.


Saat itulah, Euis pergi diam-diam meninggalkan kediaman Bertha. Tak pelak lagi, setelah mengetahui Euis tak ada, Bertha uring-uringan. Dengan kepala yang masih dibalut handuk, dan pakaian sseadanya saja, Bertha keluar mencari Euis dan bertanya ke sana ke mari.
“Euis, mana..! kog pergi tak bilang-bilang,” teriak Bertha kepada seisi rumah.
Awalnya Bertha sudah curiga dengan tetangga-tetangga di sebelahnya. Entah boleh entah tidak, tanpa basa basi Bertha memeriksa rumah tetangga sebelah rumahnya hingga ke dalam kamar.
“Mana tahu si Euis disembunyikan di sana. Saya cari juga di sebalik pintu juga takada. Tapi saya yakin, pasti orang dekat yang mmenampungnya, kalau tidak kemana lagi?’ kisah Bertha dengan nada cukup tinggi.
“Setahu saya, Euis tidak mengantongi uang sepeser pun. Ditambah lagi Euis baru pertama kali menginjak Pekanbaru, lalu ke mana dia akan pergi tanpa seorang pun yang diketahuinya dan yang bisa menolongnya,” ungkap wanita berkulit sawo matang, mengumpat-ngumpat sendirian.
Sementara adiknya, Berthi hanya berdiam diri mendengar celoteh kakaknya. Berthi hanya berfikir, kenapa pusing-pusing memikirkan Euis yang tidak tahu ke mana arahnya.
“Rugi…! Duit saya sudah hilang Rp200 ribu. Rp100 ribu unt5uk uang tebusan di yayasan, Rp100 ribu untuk ongkos dari Bandung ke Pekanbaru.Kalau biaya makannya tak apalah, saya ikhlas saja, ini biayanya macam-macam,”celoteh Bertha sambilmenghembuskan nafasnya.
Sebenarnya, Bertha sadar atas kepergian Euis. Euis pernah mendesaknya agar dikembalikan saja ke Bandung. Tapi Bertha menolak. Karena dia sudah banyak mengeluarkan biaya yang harus dibayar Euis sebelum pulang
Bahkan Euis pernah menanyakan berapa Bertha membayar dengan pekerjaannya. Tapi Bertha tidak menjawab. Bahkan dia mengatakan harus kerja selama setahun dulu, baru memikirkan bayarannya. “ Belum kerja sudah minta gaji,” ucap Bertha mengingat penuturan dirinya kepada Euis.
Mungkin karena emosi tak tertahanka, Bertha juga ingin menemuui dukun ----orang ointar --- yang memnurutnya bisa berbuat apa saja. Bisa menemukan Euis bberada dimana, jika perlu wanita Bandung itu akan diguna-gunakannya.
“Lihat saja, akan saya bawa ke orang pintar, biar sakit dia dan juga orang yang menampungnya. Saya sudah punya alamat, akan saya datangi dia,” ancam Bertha, sambil mengelus dadanya yang mulai sesak menahan gejolak emosi.
Hingga hari ketiga, berita Euis tidak terdengar lagi. Entah karena anjuran “dukun” atau memang niat Bertha ingin mencari pembantu lain di Bandung. Dan Bertha merasa yakin, Euis telah kembali ke Bandung.
***
BERDASARKAN pengakuan Euis, gadis sintal dan semampai dan cukup manis itu, ia merasa tertipu. Apalagi dia selalu mendengar calon tuannya akan membawanya ke Batam. Kendati orang Sunda, sedikit banyaknya Euis pernah mendengar tentang Batam, terutama tentang wanita-wanita malam.
“Mendengar itulah, saya berusaha melarikan diri dari Mbak Bertha. Kepergian diri saya berkat bantuan Berthi, bahhkan Mbak Berthi pulalah menganjurkan saya untuk pergi dari jaringan Bertha,” tutur Euis kepada Intan, teman Berthi.
Mengetahui hal itu, bulu kuduknya sudah berdiri,. Bagaimana jika kabar itu benar-benar menimpanya? Bayangan ketakutan seperti itulah yang mendorong Euis ingin kembali ke Bandung. Tetapi jawaban calon tuannya semakin menakutkan dirinya, yakni kerja setahun dulu baru dibayar.
Padahal, kata Euuis, dia rela bekerja diluar kota kelahirannya untuk membantu kehidupan ekonomi keluarganya yang telah ditinggal ayahnya beberapa tahun lalu. Sebagai anak tertua dan memiliki beberapa orang adik yang masih kecil-kecil dan membutuhkan pendidikan, Euis merasa bertanggung jawab.
Untungnya Euis masih memiliki cukup iman, hingga bayangan-bayangan buruk yang bakal menimpa dirinya jika masih tetap bertahan dengan calon tuannya sekarang, akan terjadi. Dia harus hengkang dari Pekanbaru.
Nasib Euis masih baik, karena ia menemukan orang yang bisa dipercaya mengadukan nasibnya. Kalaupun dia tidak ditolong dengan orang tersebut, dia pun nekad melarikan diri walau tanpa uang sepeser pun.
Mengetahhui hal itu, Intan bberupaya menolong Euis. Setelah mendapat dukungan dari beberapa tetangga dan rekannya Berthi , Euis disembunyikan disuattu tempat secara diam-diam malam itu.
Keesokan harinya, Intan dan kawan-kawan patungan sekitar Rp25.000 per orang untuk mengongkosi Euis. Maka terkumpulah uang hampir terjumlah Rp125.000, yang di perkirakan cukup untuk bekal Euis.
***
KEMANAKAH,aku harus melangkah pagi ini. Sementara orang-orang masih bercanda dengan mimpi. Begitulah gumam dalam hati Bertha. Ketika itu, dia baru keluar dari sebuah diskotik. Sementara, beberapa “inang-inag” dengan sepeda tuanya membawa sayur mencari nafkah.
Ketika lantunan house musik my heart will go on yang dimainkan DJ, dia menari-nari, geleng-gelengkan kepala. Sebutir ekkstasi--- pil maut--- yang telah dicekoki (makan), selintingan rokok dan tegukan air Aqua menemani kehidupan Bertha malam itu. Dia tidak peduli siapa orang di sekelilingnya. Hanya satu ucapannya, “yang penting happy”
Pemandangan prilaku Bertha, juga di benci adiknya Berthi. Dengan keasyikan lantunan house musik, di bawah temaram lampu kelap-kelip, seakan-akan Bertha berada di syurga. Tak peduli, apakah hujan peluru di luar ruangan itu, atau nyawa dirinya sendiri siap dirennggut, dia tidak peduli.
Bertha hanya peduli, kehidupan dia malam itu jangan diganggu oleh problema-problema lainnya. “Persetan Kau Euis. Banyak uang kuhabis hanya untuk kamu,” makinya sambil menghisap rokok.
Tiba-tiba, Bertha dikejutkan oleh seorang om-om.
“Hei.. Bertha, mana cewek Bandung yang engkau janjikan padaku dulu. Kamu pembohong, mucikari bagaimana kamu ini,” ketus Om yang lebih dikenal dengan Husin.
Bertha yang sedari tadi lagi “on’(reaksi obatekstasi)terhentak sejenak. Dia menatap wajah pria gemuk bernama Husin dengan sorot korek api.
“Sorry bos, bukannya aku bohong, tapi wanita itun telah melarikan diri dari aku. Kemarin sudah dirumah, kini tidak ada lagi, pergi entah kemana,” jawab Bertha.
“Ya sudahlah, aku tak pernah berhubungan saya kamu lagi, “ kata Husin yang membuat hati Bertha bertambah panas mendengarnya. Dan bertambah murka pulalah dia terhadap Euis.
“Bangsat itu anak. Mudah-mudahan dia mampus!” umpatnya dalam hati, lalu dia pergi dekat bertender dan meneguk satu gelas minuman keras.
Alangkah sedihnya melihat pemandangan seperti ini. Manusia seakan-akan menjadi “gila” hanya sebutir zat kimia yang dibuat orang Belanda ataupun dibuat orang dari kebun-kebun, yang telah merangsang sel-sel syarafnya. Itulah yang dikerjakan Bertha, tiap malam minggunya.
Hanya sebutir obat yang namanya ekstasi merk Titanic Play boy, Mahkota dan 151 merk ekstasi lainnya, Bertha, Ninin mereka tak sadarkan diri. Mereka menari-nari, jingkraksana, jingkrak sini,. Terkadang, kepalanya geleng-geleng seperti orang melakukan zikir, sejak pukul 21.00 hingga pukul 06.00 esok harinya. Penatkah Bertha? Penatkah Nini?
Tidak! Bertha dan Ninin merasa penat bila reaksi zat kimia yang merangsang syarafnya terhenti, dalam istilah anak-anak diskotik, “ngedrop” alias “of”. Seluruh tubuhnya pegal-pegal, badannya berkeringat, dan tangannya terasa dingin dadn sedikit gemetaran. Gigi-gigi terasa rapat, sulit membukakannya.
Akibatnya, Bertha tidak bisa makan pagi. Jangankan makan, tidurpun tak bisa, bahkan telingganya terasa pekak, akibat hentakan keras musik room. Fatalnya lagi, apabila Bertha mengalami “on berat” (lagi, dalam istilah diskotik), perut mual-mual, dan ingin muntah-muntah, tapi tidak bisa.
Bahkan, menurutnya, dari pagi hingga malam harinya, badannya terasa remuk, pegal-pegal. Dia berniat tak akan mengulangi pekerjaan itu. Entah kenapa tetap dia lakukan. Anehnya, dia mengetahui akibat negatif dari perbuatannya. Dia sadar akibat yang timbul dari sebutir benda bulat, tapi entah kemana tiap malam minggu, kadang-kadang lengser ke hari lainnya Bertha selalu “on-of’ . Lagi-lagi hanya satu alasannya, pusing memikirkan dunia ini.
Usai pesta musik dan eksrast semalam suntuk, sekitar pukul 05.00 WIB paginya, dia keluar dari sebbuah diskotik. Sementara beberapa orang mengayuh sepeda tua dan berboncengkan sayur-sayur untuk makanan Bertha. Kadangkalanya, dia terteggun sejenak melihat pemandangan itu. “ Orang keluar mencari nafkah dan duit, kita keluar manghamburkan uang,” tuturnya kepada rekan-rekan lain.
***
HARI-HARI Bertha hanya diisi bagaimana mencari kesenangan hidup, dengan menegak satu butir pil setan yang bernama ekstasi. Akibatnya karena kecanduan obat terlarang, Bertha menjadi ketagihan, dan berakibat fatal baginya.
Mati! Ya Bertha mati karena over dosis menelan pil ekstasi dalam jumlah yang banyak. Nyawab tak dapat tertolong lagi oleh tim medis. Berita kematian Bertha, menjadi headline koran-koran, baik daerah maupun nasional. “Bertha, Tewas Over Dosis”. Begitulah bunyi berita di koran-koran.
Berita kematian Bertha, akhirnya diketahui juga oleh Euis yang bekerja di sebuah pabrik elektronik di Batam. Ketika koran pagi daerah itu memuat berita dan gambar Bertha., Euis hanya bisa bersedih hati, tapi dalam hatinya, dia merasa bersyukur.
“Jika aku terlibat dalam dunia hitam ini, mungkin aku akan bernasib sama DENGAN Mbak Bertha. Terimakasih Tuhan, Engkau telah menyelamatkan diri aku dari segala bahaya, “gumam Euis dalam hati.


Yang baca berpahala..

Iwan Wartawan Kesaksian
Cerpen : Andra S Kelana


Laki-laki itu terbangun,. Ketika ayam jantan berkokok marah. Cuaca di luar sangat dingin. Dia berjalan di dekat telingga-telingga adiknya. Bunyi lantai berderak-derak. Namun, tidak membangunkan keempat adiknya yang tidur pulas, oleh dingin subuh yang menyayat tubuh.
Embun pagi masih menetes. Dia telah menerjang ke dalam pelukan dingin pagi. Meniti arus globalisasi kehidupan dunia. Satu prinsip yang selalu di pegang laki-laki itu. Bangun pagi, apabila burung-burung belum terbangun, nanti kalau terlambat, maka kita akan menikmati rezki sisanya burung.
Prinsi ini bukanlah hal yang baru. Tetapi sudah pekak telingga disebutkan orang tua, bila anaknya sering terlambat bangun. Bagi laki-laki itu, pepatah usang seperti ini selalu dipegangnya.
Dia pergi meninggalkan mimpi malam. Berjalan menelusuri warna trotoar. Dingin pagi menyentak-nyentak tulang sudah menjadi sarapan pagi. Sebongkah tas berwarna biru, tersandang dibahu. Menutupi kekurangan hidup. Begitulah peliknya dunia, yang harus diterjang, tanpa harus berkata bosan.
Celana jeans kumuh berwarna coklat. Baju coklat, merupakan favoritnya. Inilah ciri-ciri khas sang laki-laki itu. Tubuh tinggi namun kurus. Muka berjambang, berkacamata minus. Sementara orang-orang berdasi, sehat dan gemuk-gemuk. “Mereka juga memakan uang pajakku”, kata laki-laki itu.
Tak enak rasanya aku menyebut laki-laki itu. Dari tadi aku terus menyebut laki-laki itu. Baik, aku sebut namanya saja, Iwan. Begitulah orang-orang memanggil laki-laki itu. Astagfirullah, mengapa aku sebut laki-laki lagi. Padahal dia sudah punya nama Iwan. Ya, Iwan. Tidak punya embel-embel. Sepeerti Kepala Bagian di kantor. Wakil Kepala Anu. Bahkan pejabat ini.


IWAN terus berjuang melawan keras perekonomian yang bergantung kepadanya. Adik-adiknya masih bersekolah. Belum bisa untuk mencari sesuap nasi. Apalagi kalau adik perempuan. Harus dijaga mahkota kesucian. Biar kita miskin dengan perekonomian. Tetapi kita tidak melacuri kehidupan dengan harga diri mencari kekayaan.
Di rumah, Iwan selalu menerapkan demokrasi. Bebas bicara. Boleh protes padanya. Boleh mengungkapkan apa saja yang penting. Asal protes membangun. Iwan tidak maarah. Benci pun tidak. Bahkan dia bangga diprotes.
Keluarga Iwan tidak sseperti keluarga burung, atau masyarakat lain. Bila protes, berarti musuh. Bila kritik, termasuk penghianat. Zaman Nabi saja tidak demikian. Masyarakat seperti ini boleh dikatakan sebagai keluarga burung.
Keluarga burung janganlah dicontoh. Sang induk memang baik dengan anak-anaknya. Ketika sang anak menderita, apalagi sampai cacat seperti patah sayap. Maka dia langsung mencampakkan anak-anaknya. Jadi keluarga burung, tidak mensyukuri amanat Tuhan.
Penyakit kejiwaan menghantui perasaan. Kadang kalanya penyakit ini membuat dia harus stress. Marah,. Tetapi marah pada siapa. Pada adik-adik? Mereka belum tahu apa-apa. Mereka hanya tahu meminta, menadahkan tangan. Kitalah yang harus berpikir. Apa penyakitnya. Tidak terus terang dengan permasalahan yang ada
“Aku tidak dapat membantumu, kalau kau tidak terus terang padaku. Apa masalah engkau. Ringan sama dijinjing. Kalau berat pikulah seorang. Dan jangan kamu ceritakan keluhmu pada aku. Aku sudah pekak semuanya,” tutur Neklous, teman akrabnya.
“Ya, itulah penyakit jiwaku,” ucapnya, mendesah. Seakan melepaskan semua beban yang menjadi parasit pada dirinya.
Begitulah Iwan. Hanya bisa mengeluh dan mengeluh. Dia tidak bisa mendengar nasehat orang. Tetapi demokrasi katanya. Benar. Demokrasi bagi Iwan, hanyalah demokrasi mendengaar, bukan demokrasi menerapkan. Begitulah kebanyakan orang sekarang ini. Tidak pernah menjalankan apa yang dinasihatkan orang, padahal nasehat itu bermanfaat buat mereka.

***
. PEKERJAAN Iwan adalah perjuangan dari kata-kata. Kuli tinta. Tidak pernah terikat dengan jam kantor. Tidak seperti instansi lainnya. Harus terikat dengan jam kantor. Walaupun tidak ada pekerjaan, tetap mengantor, walaupun hanya bermain batu domino.. Tetap juga kerja di kantoran.
Jam kerja Iwan, sebanyak dua puluh empat jam. Selagi bumi berputar. Tak peduli siang maupun malam, terus bekerja. Sejenis setan apa pekerjaanmu, Wan? Orang bilang wartawan. Iwan tidak pernah menyebut diri wartawan. Bukannya Iwan aku tidak bangga dengan pekerjaan. Tetapi sekarang ini banyak waartawan yang tidak idealis lagi. Harga diri dijual dengan selembar kkertas Rp. 10.000-an. Rendah kali harga diri kita., yang selalu dijunjung tinggi.
Berita-berita hasil goresan pena Iwan. Banyak pejabat menjadi sesak nafas. Bahkan ada pejabat yang masuk kerumah sakit, ketika tulisan berita Iwan, menyangkut dirinya. Begitulah Iwan, sebagai seorang penyaksi kejadian.
Ada yang memeras pejabat. Ada yang memutar balik fakta. Menurut mereka pekerjaaan wartawan, tempat mencari uamg,. Oh… menjeritlah guru-guru si pejuang pers, pasca kemerdekaan. Kalau wartawan, sudah gelap matanya dengan uang.
Sesuatu ketika datanglah rekan-rekannyadari wartawan. Mereka menanyakan kepada Iwan, di mana lokasi basah yang dapat menebalkan kantong. Apa kata Iwan.
“Abang-abang ini, malulah sedikit. Jangan kerja memeras orang saja. Tulis saja yang menjadi kenyataan. Ini tidak. Kalau berita baik di muat. Berita tak baik, minta duit, lalu dibuat baik-baiklah berita itu.”
“Sombong betul dikau ini,” jawab seorang wartawan kepadanya. Wartawan-wartawan tersebut sebanyak 7 orang. Pada prinsipnya mereka itu sama, satu ide dalam mengerjakan hal demikian.
“Bukan saya sombong, Bang, tapi kalu abang hendak mencari duit, carilah sana. Jangan Tanya-tanya pada saya?” marah Iwan suatu ketika. Lalu dia pergi meninggalkan kawan-kawannya.
Begitulah Iwan. Idealismenya selalu tertanam dalam diri. Biar tak makan asal harga diri tak terjual. Di media massa, tempat dia bernaung boleh dianggap Iwan anak mas. Bukan karena pimpinannya saudara. Tidak,. Tidak ada hubungan pimpinan redaksi koran dengan diri Iwan.
Iwaan dari Utara sedangkan Pimpinan Redaksi ari barat, ketemunya di tengah-tengah. Prinsip Iwan, yang menjadi contoh rekan-rekan redaksinya adalah tidak pernah meminta apa-apa. Di suruh membuat berita sebanyak 10, maka Iwan memberikan berita sebanyakm 15. Alangkah senangnya pimpinan dengan sifat tabiat seperrti itu.

***
HAMPIR satu bulan, nama Iwan tidak mencuat lagi disurat khabarnya. Biasanya Iwan selalu menuliskan yang selalu memberi andil pada koran. Seperti naiknya oplah. Karena berita memang sangat panas dan banyak di senangi orang. Baik dimuat
Ulasan-ulasan dalam berita, memuatkan data-data akurat. Tidak pernah asal tembakberita saja. Kebanyakan wartaawan-wartawan begitu. Hanya mendengar isu langsung ditulis.
Tetapi sebelum ditulis pergi dulu ke pejabat anu. Lalu di bilang “Apakah berita ini perlu ditulis atau tidak”. Tidak segan-segan mereka selalu menentukan tariff berita, jika berita tidak dimuat.
Pembaca selalu bertanya, ke mana perginya wartawan gila satu ini. Bahkan dikalangan redaksi pun. Gelisah separuh mati. Bukan karena apa, ulasan yang membuat gemukkoran tidak ada yang dapat dihandalkan. Taakut. Takut dicekal. Takkut matilah. Semuanya takut. “Takut itu hanya ada dalam diri kita. Penyebabnya kita kurang percaya diri,” kata Iwan, suatu ketika.
Beberapa minggu kemudian, aparat kepolisian menyingkap. Atas ditemunya seorang laki-laki, namun laki-laki telah meninggalkan ganasnya dunia.
Tim forensic kepolisian. Menemukan kejanggalan-kejanggalan kematian laki-laki yang mereka temui, di sebuah apartemen Hotel, diantaranya, ada bekas pukulan, dan tusukanpisau. Media massa sibuk, menuju tempat kejadian perkara. Tak ketinggalan media massa tempat Iwan bekerja.
Kepolisian menunjukan cirri khas laki-laki yang mereka temukan. Tubuh kurus. Tingginya sekitar 170cm. Di mukanya penuh dengan bulu-bulu, yaitu bercambang. Di matanya, terdapat serpihan-serpihan kaca bekas suatu pukulan keras. Maka Pimpinan Redaksi pun tertunduk lemas. Iwan. Kau telah tiada. Anak Ku. Tenanglah engkau. Kami akn mengenang kesaksian Mu.
Media massa sibuk membuat berita Iwan. Dulu Iwan yang mencari berita. Kini Iwan yang menjadi berita. Bahkan beberapa koran mengangkat misteri kematian sebagai lapora utama mereka. “Misteri Kematian Iwan”. Ada juga yang menulis “Iwan Sang Pennyaksi Telah Tiada”. Begitulah ulasan-ulasan pers.
Berita duka kalangan pers. Penyaksi kehidupan. Sang penulis pejuang dari kata-kata. Telah mati. Tapi buka matinya kesaksian. Bukan matinya keadilan. Matinya Iwan. Maka tubuh tumbuh seratus Iwan-Iwan lainnya.
Siapa pelaku atas kematian Iwan, tak dapat terungkapkan. Mungkin ini sudah ada rencana sebelumnya.

Untuk mengenang Almarhum Udin,
Wartawan Bernas Yokyakarta



Yang baca berpahala..


Inul dan Moralitas
Oleh : Andra S Kelana

PEREMPUAN! Perempuan itu berhasrat sekali ingin menaklukan Jakarta ! Jepang, Brunai Darussalam, bahkan Amsterdam yang dipernah digoyang dengan ekonomi tubuhnya, tidak membuat perempuan ini begitu puas; Obsesinya bagaimana dapat menaklukan ibukota Jakarta . Mungkin, perempuan ini beranggapan, jika sudah Jakarta dikuasai, maka Indonesia berada digenggamnya. Ada benarnya juga, karena orang selalu berpanduan kepada Jakarta .

Obsesi itu jadi kenyataan. Setelah menerapkan sistem marketing ‘’obat nyamuk’’ – manggung di pinggiran kota seperti Surabaya , Semarang lalu ke ibu kota Jakarta —perempuan itu akhirnya menjadi fenomena baru di pentas musik Indonesia . Semua produk yang selama ini sudah eksis, berubah dratis menjadi produk kadaluarsa. Perempuan ini, membawa formula baru dalam dunia panggung hiburan, yang selama ini menjadi hiburan rakyat dan alternative bagi kalangan tertentu. Ekonomi tubuhnya, yang disebut ‘’ngebor’’ menghipnotis kalangan menengah ke atas, yang duluhnya lebih elegan dengan lagu-lagu jazz, oldies, pop atau cha-cha.

Bahkan, pakar ekonomi Rhenald Kasali pun mengangkat perempuan berobsesi tinggi ini, masuk dalam bedah ekonomi yang dibawanya di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Dan tidak tertutup kemungkinan, perempuan ini masuk dalam quota 30 persen di kursi legislatif, jika memang dapat mengangkat salah satu partai politik, sebagai pemenang pemilu mendatang.

Perempuan berobsesi tinggi itu, bernama panggung Inul Daratista alias Ainur Rokhimah yang kini sudah terkenal dengan goyang ngebor, ditambah lagi dengan pengekangan dalam ekspresi, dan pencekalan di sana-sini. Dua tindakan ini membuat perempuan kelahiran Jawa Timur ini terus boaming, dalam kancah dunia goyang dan musik saat ini. Pencekalan dan pengekangan ini membuat ratting Inul terus meroket. ‘’Pengharaman’’ membawa lagu-lagu tertentu, membuat orang semakin ingin melihat secara dekat, membuat orang semakin ingin mengetahui, apa bentuknya ‘’ngebor’’, yang selama ini mereka hanya melihat dilayar televisi dalam program-program khusus.

Memang diakui, ekpresi politik tubuh Inul Daratista mampu menggeserkan gaya-gaya joget dangdut selama ini. Goyang ngebor Inul yang unik ini, mampu menggeser posisi goyang jaipong, goyang dombret, bahkan ratu joget sejagat tidak dapat menirukan bahasa tubuh perempuan satu ini. Ngebor pinggul Inul, dari atas ke bawah, ke bawah dan ke atas –sulit dihitung berapa jumlah— sangat unik. Bor adalah alat yang dipergunakan orang untuk menembus batu atau kayu. Bahasa tubuh Inul ini, menjadi popularitas di tanah air. Perempuan kampung yang biasanya manggung pada hajjatan perkawinan, kini manggung di layar kaca. Ekonomi tubuhnya mampu merubah gaya hidup Inul Daratista.

Tapi. Dengan strategi ekspresi ekonomi tubuh ini, membuat Inul harus berhadapan dengan orang-orang yang melihat bahasa tubuh Inul dengan negatif, sensualitas, nafsu setan. Inul diharamkan menyanyikan lagu-lagu tertentu, bahkan dilarang untuk naik panggung jika masih ‘’ngebor’’. Perempuan obsesi tinggi ini dianggap telah merusak moral bangsa, sehingga timbullah pencekalan-pencekalan di sana-sini. Kalaulah benar, goyang ‘’ngebor’’ Inul dapat merusak moral bangsa, dapat mengubar hawa nafsu setan, berarti kehadiran Inul, menyentakan kita. Kehadiran Inul membangunkan bangsa ini yang terlelap tidur.

Kenapa demikian? Selama ini kita terbuai dengan mimpi-mimpi lantunan Asereje, Shakira, dan rasukan film-film India yang memamerkan pusar dan goyangnya. Selama ini kita asyik disuguhkan dengan para penari dancer orang Indonesia sendiri, yang berpakai ketat yang menampakkan lekuk, seluk-beluk tubuh, dengan gaya-gaya erotis, plus berpasangan dengan pria. Bahkan sekarang ini para penari dancer di berbagai acara tengah malam, sudah semi telanjang. Pakaiannya hanya menutup bagian tertentu saja, yang lain, sangat mengerikan untuk dipertontonkan.

Ketika kondisi tidak seperti penari dancer ini, hadir dalam diri Inul, perempuan obsesi menaklukan Jakarta ini justeru menuai badai. Padahal banyak orang beranggapan, bahwa bahasa tubuh Inul itu, adalah menunjukkan kreatifitas sebagai seorang penyanyi dangdut. Selama ini hampir semua penyanyi dangdut mempunyai gerakan tubuh yang sama, dan tidak ada inovasi, kreatifitas dalam gerakan tubuh ketika mendengar bunyi drum, seruling maupun gendang. Tetapi Inul mampu memberikan inovasi dan ekspresi yang akhirnya menjadi popularitas.

Budayawan KH Abdurahman Wahid berpendapat lain soal goyang dangdut ‘’ngebor’’ Inul Daratista. Gus Dur menyatakan, agar setiap orang menghormati cara seniman berekspresi. Soal cara berekspresi itu hak setiap induvidu, demikian juga hak untuk tidak suka. Yang menjadi masalah –masih penuturan Gus Dur—bila kita mengajak pihak lain untuk mengikuti sikap ketidaksukaan kepada cara orang melakukan ekspresi. Biarkan masyarakat menilai sendiri dengan netral. Kalau menyimpang dari norma-norma yang disepakati, akan dengan sendirinya ditinggalkan masyarakat.

Inul itu jangan diprotes. Inul jangan dikekang, biarkan saja dia itu berjalan apa adanya. Karena dalam posisi ini, Inul tidak dirugikan, justeru sebaliknya. Dalam trik marketing [pemasaran], pencekalan terhadap Inul justeru, meningkatkan demand para penggemarnya. Trik-trik marketing, dengan mempolemik sesuatu hal, justru akan meningkatkan permintaan. Dan harapan orang yang mempunyai produk adalah berpolemik, ada orang yang meresponi produk dibuatnya, semakin menambah pendapatan si pembuat produk tersebut.

Lihat saja Inul, semakin banyak orang yang mempolemiknya semakin tinggi tarif bayarannya. Bahkan, dalam suatu wawancara, Inul mengatakan, ‘’tanpa goyangan itu, Inul bulan lagi Inul’’. Artinya, bagaimana pun juga Inul tetap manggung di mana-mana, walaupun orang sibuk saja mempolemik dirinya. Hendaknya, masyarakatlah yang harus menilai dan memandang goyang Inul sama dengan goyang penyanyi dangdut lainnya.

Hanya sekedar dipandang, tetapi tidak untuk diperdebatkan, toh pada akhirnya gaya seperti ini akan tenggelam oleh inovasi dan kreatifitas baru. Kalau setiap hari masyarakat disuguhkan dengan gaya seperti ini, lama-lama juga jadi bosan. Karena sifat manusia adalah selalu ingin perubahan dan hal-hal terbaru. Ibarat computer, Inul sekarang ini adalah Pentium V, tapi setahun kemudian, akan keluar lagi Pentium-pentium yang lebih tinggi dan punya processor lebih cepat. Begitu juga halnya Inul.

Dapat saya petik; ketika Inul menjadi bedah ekonomi Rhenald Kasali; ketika ditanyakan, sekarang ini sudah banyak orang meniru gaya goyang ngebor Inul, apa tidak takut akan tergeser nantinya? Dengan entengnya, Inul menjawab akan menciptakan goyang lain. Artinya, bisa saja Inul menciptakan goyang ‘’ngebor’’ ini memiliki kadaluarsa. Setahun, dua tahun atau sesudah pemilu, goyang ngebor sudah tidak ada lagi. Dan akan muncul goyang lainnya.

Beranjak dari kasus Inul Daratista, --perempuan yang sudah menaklukan Jakarta ini--, semuanya tergantung dari kasat mata mana kita memandangnya. Apakah kita memandang secara manajemen Qolbu-kah, atau kita memandang ekspresi Inul Daratista itu dengan hawa nafsu. Kalau kita memandang secara qolbu, kita akan selamat dari terpaan badai yang datang. Kalau kita memandang dari nafsu, yang tentu celakalah.***

Yang baca berpahala..


ENTAH mengapa, aku begitu benci dengan makanan otak-otak. Jangankan untuk mencicipi, mencium aromanya, melihat bentuknya yang dibungkus dengan daun berwarna hijau, tergolek di atas tungku saja sudah muak.
Pernah suatu siang, aku berjalan bersama anakku di depan sebuah rumah makan. Aku melihat seorang pedagang, dengan wajah ceria, mengipas-ngipas makanan otak-otak ketika dipanggang. Melihat keceriaan si pedagang, ingin rasanya aku mengambil semua otak-otak tersebut, dan melemparkan ke dalam selokan, comberan yang busuk, sehingga aroma sedapnya tak tercium oleh hidungku.
Oh..! yang lebih membuat aku marah besar, bagaikan kesetanan, karena anakku Ditha, merengek-rengek minta belikan otak-otak. Waktu itu, aku berusaha membujuknya untuk tidak memakan otak-otak. Aku bilang sama Ditha, jangan memakan otak-otak, karena tidak enak, toh juga terbuat dari ikan, dan sotong yang digiling, atau sama dengan chiken nugget. Dan Mama akan menggantikan makanan yang lebih enak, bergizi, berprotein tinggi, harganya mahal. Seperti, hamburger, pizza atau steak sirloin, atau apa saja makanan yang diminta, asal jangan otak-otak.
“Tidak…!’’ jeritnya.
Ditha, tetap tidak mau! Aku tambah pusing. Bagaimana membujuknya? Anakku merengek-rengek. Malah menangis, tetap menginginkan otak-otak. Sebab, dia pernah memakannya ketika berada di sekolah taman kanak-kanak. Waktu itu, ada seorang temannya membawa dua keping otak-otak. Satu keping diberikan kepada anakku. Ditha mengkonsumsinya dengan lahap. Katanya enak, dan belum pernah dia menikmati makanan seperti ini. Dia mengangguk bosan, ketika teman-temannya menceritakan betapa enaknya makan pizza. Ditha ngaku belum pernah menikamti makanan tradisional seperti ini.
Bahkan, cerita teman-temannya, Ditha minta dibawakan lagi otak-otak tersebut ke sekolah. Dan melahap bersama teman-teman, sambil bercerita tentang boneka dolphin yang aku belikan ketika aku berada di Singapura. Mendengar cerita itu, aku langsung depresi berat. Denyut jantungku berdetak kencang. Bahkan, aku sempat dilarikan ke dokter spesialis jantung. Dokter bilang, aku terkena ‘Angin’ (angina pektoris), merupakan penyakit nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan, yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen.
“Kebutuhan jantung akan oksigen ditentukan oleh beratnya kerja jantung kecepatan dan kekuatan denyut jantung. Aktivitas fisik dan emosi menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan jantung akan oksigen,” dokter Andi menjelaskan kepadaku. Aku hanya bisa menatapnya nanar. Perasaan tertuju kepada hukum yang akan aku terima nantinya, karena anakku telah memakan otak-otak
“Jika arteri menyempit atau tersumbat, sehingga aliran darah ke otot tidak dapat memenuhi kebutuhan jantung akan oksigen, maka bisa terjadi Ikemia dan menyebabkan nyeri pada dada hingga ke belakang atau ke punggung,” penjelasan dokter Andi semakin tidak dapat aku mengerti.

***
WAKTU aku mengandung bayiku yang pertama, maaf, terpaksa aku mengungkapkan fakta yang sebenarnya: bayi itu hasil perselingkuhanku dengan seorang pejabat di daerah. Aku masih ingat, usia kehamilan baru empat bulan, aku ngidam ingin makan otak-otak. Aku membelinya sebanyak 20 keping, dan aku memakan seluruhnya. Satu pun tak bersisa. Malam harinya, perutku terasa sakit sekali. Muntah! Dan parahnya, dari selangkangku, keluarlah tetes darah. Aku pun pingsan,
Aku dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sayup-sayup telingaku merekam pembicaraan dokter, bahwa kandunganku tidak bisa bertahan di dalam janin. Aku keguguran. Dan harus dioperasi dengan melakukan korek, mengeluarkan gumpalan darah yang masih berada di dinding rahim. Aku langsung memvonis, penyebab keguguran karena makan otak-otak.
Penderitaanku bertambah panjang, tatkala suami pertama dari pernikahan resmi menggugat cerai, karena aku dianggap mandul, setelah empat tahun menikah tanpa dikaruni keturunan. Aku berusaha melakukan check medical di dokter kandungan, pengobatan alternatif, bahkan berbagai terapi kedukunan aku lakukan, asalkan aku bisa hamil. Tetapi hasilnya tetap nihil. Lagi-lagi, aku memvonis, bahwa penyebab penderitaan panjang ini adalah karena makan otak-otak.
Setelah resmi bercerai, aku mengikuti saran teman-teman untuk melakukan operasi induk telur di rumah sakit Elisabeth Singapura, sebelum mengambil keputusan untuk menikah lagi, jika akhirnya kembali bercerai. Kepada dokter aku menceritakan, semua persoalan, termasuk pernah mengadung, walaupun akhirnya keguguran. Dengan harapan aku bisa sembuh.
Dokter spesialis kandungan dan penyakit dalam, langsung melakukan check medical. Kesimpulan dokter, bukan disebabkan oleh makanan, tetapi di rahimku mengandung virus rubella, dan terjadi kelukaan dinding rahim ketika dilakukan pengoreksi saat keguguran. Dokter bilang, dapat disembuhkan, tetapi dalam waktu lama dan biaya ribuan dollar Singapura. Aku menyanggupinya.
Hampir dua tahun aku mengikuti terapi di rumah sakit Elizabeth Singapura, dan dokter menyatakan aku sembuh. Dan boleh hamil lagi. Perasaanku masih was-was, benarkah apa yang diungkapkan dokter?Aku memutuskan tidak akan menikah. Jadi, bagaimana untuk mengetahui kalau rahimku terbebas dari virus rubella? Akhirnya, aku putuskan untuk melakukan hubungan seks dengan pria yang berjanji mau bertanggungjawab, jika aku hamil.

***
Beberapa kali aku merasakan kenikmatan bersetubuh dengan pria, setelah beberapa tahun tidak pernah merasakan bagaimana melakukan hubungan seks. Aku jadi kaku dan grogi ketika berada di atas ranjang. Dan pada bulan kedua, hubungan gelap kami, aku terlambat haid. Perasaanku berdebar-debar, apakah aku hamil. Secepatnya aku pergi ke dokter kandungan.
“Selamat, Bu, Anda mengandung…!’’ kata dokter. Aku masih tidak percaya. Dokter memperlihatkan hasil scane komputer, bahwa indung telurku sudah membesar, dengan ukuran 21 inchi. Dan indung telur ini akan terus membesar, hingga menjadi jabang bayi.
Jabang bayi itu aku beri nama Elizabeth Ditha. Tapi, anakku senang dipanggil Ditha, dari pada Eli. Tetapi, pria yang telah membuahi rahimku, pergi entah ke mana, setelah aku mengandung dan perusahaan bangkrut. Namun, aku tidak mempedulikan ke mana laki-laki itu pergi.Aku sudah bahagia bersama anaku Ditha.
Tetapi, keinginan anakku Ditha, kembali menghantui kehidupanku. Aku tidak menginginkan nasib yang aku derita dengan memakan otak-otak, membuat Ditha tidak bisa mengandung, mandul, dan operasi seperti aku. Sehingga anakku menjadi pelampias nafsu laki-laki. Puas, lalu pergi meninggalkan. Walaupun sampai hari ini aku belum dapat membuktikan kebenarannya.
Mengenang kejadian itulah, yang membuat aku marah besar kepada Ditha, ketika dirinya minta dibelikan otak-otak. **

Yang baca berpahala..