KPU Seperti Collina
Kolom : Andra S Kelana

WASIT adalah seorang yang dipercayakan menjadi pemimpin. Wasit adalah seorang yang telah ditasbihkah menjadi juri dalam perhelatan maupun suatu pertandingan. Apakah itu pertandingan olahraga, ataupun pertandingan dalam partai politik. Saya hanya menggaris-bawahi, wasit di sini adalah wasit politik, yang sebentar lagi akan terjadi suatu pertandingan besar di negara ini. Di mana, seluruh partai politik yang sudah disyahkan oleh Mahkamah Agung untuk ikut perhelatan akbar lima tahunan yaitu Pemilihan Umum, akan bertanding untuk meraih suara terbanyak.

Namanya juga pertandingan. Pasti masing-masing tim akan mempertunjukkan kemampuan, kehebatan tim yang telah dibentuk, kematangan dalam menyerang, kemampuan finansial untuk membeli pemain, atau kemampun finansial untuk menyogok wasit, mempengaruhi wasit, dan segala macam cara. Apalagi, setelah lima tahun berlatih [baca usai pemilu 7 Juni 1999], tentu tim-tim papan atas akan semakin memperkokoh diri, untuk meraih ‘’scudetto’’, dan tidak mau kecolongan, pada pertandingan lima tahun yang lalu.

Nah, dalam kenyataan seperti ini, maka orang yang menjadi wasit harus benar-benar berkualitas tinggi, intelektualitasnya matang. Orang yang menjadi wasit dalam pertandingan partai politik ini, adalah harus tegas, jeli melihat segala kesalahan dan trik-trik dalam permainan. Kalaulah bisa, wasit dalam pertandingan ini mengikuti jejak langkah wasit sepakbola Liga Italia Serie A, Collina yang dinobatkan menjadi wasit terbaik versi FIFA.

Collina tidak perduli, apakah itu tim raksasa, tim papan atas, atau hanya trik-trik pemain untuk menjatuhkan lawan, jika terbukti melanggar, maka akan dikenakan sanksi, bahkan kartu kuning-merah pun akan keluar. Ketegasan Collina dalam memimpin partai pertandingan tidak diragukan lagi, sehingga, penyelenggara pertandingan pun tidak segan-segan harus membayar mahal untuk mendatang Collina untuk menjadi pemimpin dalam pertandingan ini. Nah, mampu dan maukah wasit-wasit dalam memimpin partai pertandingan politik mengikuti jejak langkah Collina, yang mungkin tidak akan menerima segala bentukan sogokkan.

Lantas, siapakah ‘’mahkluk’’ yang tunjuk dan dipilih oleh pemerintah daerah untuk memimpin pertandingan partai politik lima tahunan ini, tentu saja kita sudah mengetahuinya, dan sekarang menjadi lahan perebutan setiap orang –entah karena pasilitas atau karena kedudukan--. Wasit itu bernama Komisi Pemilihan Umum [KPU]. Komisi yang dibentuk pada pemilu 1997 ini, tampaknya masih dipakai oleh negara ini menjadi wasit pada pertandingan lima tahunan ini.

***

BAGAIMANA dengan wasit daerah Kota Batam?. Tim FIFA [dibaca; Sekretariat KPU Kota Batam] sudah menunjuk dan memilih sepuluh anggota wasit KPU dari 45 calon anggota KPU yang mendaftarkan diri. Kesepuluh anggota KPU ini dianggap sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh KPU itu sendiri; sekedar untuk mengingat, ada pun persyaratan menjadi anggota KPU daerah antara lain; sehat jasmani dan rohani, berhak memilih dan dipilih, mempunyai komitmen yang kuat terhadap tegaknya demokrasi dan keadilan, mempunyai integritas pribadi yang kuat, jujur dan adil, memiliki pengetahuan yang memadai tentang politik, kepartaian, pemilu dan kemampuan kepemimpinan, tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik, tidak sedang menduduki jabatan politik dan jabatan struktural dalam jabatan pegawai negeri.

Selain peryaratan di atas, seorang anggota KPU harus bersifat independensi dan nonpartisan. Dan ini harus tercermin dari seluruh anggota KPU daerah kota Batam. Kemudian, anggota KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum di daerah, bersifat mandiri, berkepribadian tetap, bersifat nasionalisme, tidak memihak, transparansi, profesionalisme, harus menjunjung tinggi asas-asas pemilihan umum secara demokratik, dengan melibatkan partisipasi rakyat seluas-luasnya sehingga hasilnya dipercaya masyarakat. Komisi Pemilihan Umum adalah komisi mempunyai integritas tinggi, independensi yang dibentuk sesuai dengan Undang-undang tentang pemilihan umum.

Melihat persyaratan di atas, memanglah sangat berat beban yang harus dipikul seorang wasit untuk menjadi pemimpin dalam pertandingan partai politik ini. Selain harus mempertanggungjawabkan kepada negara hasil kinerjanya, terlebih lagi harus mempertanggungjawabkan kepada rakyat, karena dampak dari kesalahan-kesalahan dalam penyelenggaraan ini adalah rakyat. Jika seorang wasit curang dalam mempimpin, maka wasit pun menjadi hujatan rakyat, bahkan rakyat bisa marah, menyerang, menghatam wasit. Begitu juga para pemainnya, tidak puas atas tindakan wasit dalam memimpin, maka pemain pun akan lebih marah.

Untuk itulah, sebagai seorang wasit yang telah dipercayai oleh rakyat ini, harus menjunjung tinggi kode etik pelaksanaan pertandingan. Artinya anggota KPU daerah yang sudah disyahkan oleh kepala wilayah, harus berpegang teguh kepada kode etik pelaksanaan Pemilihan Umum yang telah dibuat dan disyahkan. Dan sekali lagi, hanya sekadar untuk mengingatkan dan menjadi pedoman untuk masyarakat apa sebenarnya yang menjadi kode etik anggota KPU.

Ada tujuh kode etik menjadi anggota KPU antaranya; menggunakan kewenangan berdasarkan hukum, bersikap dan bertindak non-partisan dan imparsial, bertindak transparan dan akuntabel, melayani pemilih menggunakan hak pilihnya, tidak melibatkan diri dalam konflik kepentingan, bertindak profesional, administrasi pemilihan umum yang akurat. Kenapa mesti dibuat kode etik ini, karena sebagai seorang penyelenggara pemilihan umum, haruslah sadar bahwa ini merupakan tugas berat dan terhormat yang dipercayai oleh rakyat dan negara. Agar kerjanya dipercayai oleh publik, maka diperlukan suatu ikatan-ikatan, aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar. Kode etik ini merupakan rambu-rambu seorang penyelenggara, yang tujuannya tidak melenceng dari garis line yang telah dibuat.

Untuk itu, lima wasit KPU daerah terpilih nantinya, hendaklah tidak melupakan apa yang menjadi rambu-rambu sebagai penyelenggara. Dan yang terpenting, sesuai dengan motto dari KPU adalah; melayani rakyat menggunakan hak pilihnya. Dan jangan sampai anggota KPU minta dilayani, seperti pemenuhan fasilitas-fasilitas, gaji yang besar dan jangan sampai menyalahgunaan anggaran.

Para anggota yang terlibat dalam proses penunjukan dan pengangkatan anggota KPU daerah ini, kita harapkan dalam memilih lima calon anggota KPU tetap, haruslah mempertimbangkan profesionalisme, intelektualitas, mempunyai integritas tinggi dan loyalitas terhadap kepentingan rakyat, daripada kepentingan pribadi. Yang jelas, sifat independensi harus dijunjung tinggi oleh calon anggota KPU. Para pemilih calon anggota KPU, tidak hanya sekadar mengingat sejarah daripada sekadar pertimbangan-pertimbangan perpolitikan yang menguntungkan pribadi dan golongan sesaat saja, calon anggota KPU tersebut. Sebab rakyat mengharapkan, anggota KPU itu haruslah benar-benar menjadi wasit pertandingan yang profesionalisme. Kalau bisa, wasit partai pertandingan ini benar-benar seperti Collina, ketika memimpin dalam pertandingan. Salah, sprit. Melakukan pelanggaran keras dan merugikan pemain lainnya, maka wasit harus berani mengeluarkan kartu kuning, jika pelu kartu merah. Silakan tuan-tuan meng-artikan sendiri. Selamat kepada anggota KPU terpilih. ***

0 comments: