Kristal Cinta
Cerpen : Andra S Kelana

LULUK, Niken dan Ida Farida tertawa terbahak-bahak sambilcemal-cemil, mengisi hari-hari kosong mereka. Jemari tangannya terus menari di keypad handphone, mengirim SMS, sekali-kali mereka berbicara serius, lalu tertawa lagi. Gigi-gigi putih mereka terlihat mengkilat, dibawah lindungan bibir merah mekar.
''Niken..! lu lihat nggak, dipojok sana, ada cowok ganteng banget, seperti arjuna
sedang mencari cintanya yang hilang,'' ungkap Luluk, mengajak Niken dan Ida mengalihkan mata mereka ke sudut Kafe Tenda tempat biasa mereka mangkal, sambil gosip.
''Yang mana Luk...?'' tanya Niken.
''Itu yang rambutnya sedikit panjang, dan pakai koas warna hitam itu lho,'' ungkap Niken.
''Ah kamu Luk, kalau lihat cowok, hijau mata,'' timpal Ida, yang coba mengalihkan perhatiannya kepada sang cowok. Padahal dalam hatinya juga mengagumi ketampanan pria yang berada di sudut ruangan itu.



''Elu Da! macam nggak hijau saja memandang cowok ganteng. Dalam hati elu gue udah tahu, bahwa kamu juga mengaguminya. Jangan munafik dong,'' elak Luluk tak kalah gesitnya.
''Udah-udah! jangan bertengkar. Masak sama cowok seperti itu saja kita harus cuap-cuap seperti gini. Gengsi dong..! kita ini bukan wanita murahan,'' kata Niken.
''Aku setuju Ken. Luluk saja kayaknya ngebet banget sama tu cowok. Memang, ukanya tampan sich, siapa tahu kakinya cuma satu, atau cuma, au...au...!,'' Ida menggerakan tangannya memberikan bahasa isyarat, alias mengejek sang cowok itu adalah bisu.
Melihat peragaan Ida, Niken dan Luluk kembali tertawa terpingkal-pingkal. Sehingga, hampir seluruh mata orang yang ada di kafe tersebut memandang mereka. Sok menjadi perhatian, biar sang cowok itu juga memperhatikannya.

***
SETELAH selesai minum orange jus, Topan langsung meninggalkan kafe itu, langsung menuju mobilnya. Usai membayar minumannya, Topan perlahan-lahan mendekati meja tempat Niken, Luluk dan Ida, lagi cemal-cemil.
Jantung Niken, Luluk dan tak ketinggalan Ida berdetak tak beraturan. Awalnya mereka menuding pria tampan di sudut ruangan itu adalah orang cacat, ternyata seorang pria yang gagah sempurna, tidak seperti dalam pemikiran mereka.
''Ken, ada apa gerangan sang cowok mendekati meja kita?. Jangan-jangan...'' tanya Luluk, setengah berbisik kepada rekan-rekannya.
''Gue nggak tahu. Kenapa cowok itu mendekati kita''.
''Mungkin dia ngajak kenalan!'' kata Ida. Jantung mereka masih tetap berdegup tak karuan.
''Kalau dia mengajak kenalan atau mau mentraktir kita, khan lumayan, tak susah-susah kita mencari-carinya,'' kata Niken lagi, jantungnya semakin keras berdetak tak kalan pria itu sudah mendekatinya.
''Maaf mengganggu nona-nona manis!'' kata Topan, memberi salam sekaligus permohonan maaf.
''Ya, ada apa? apa ada anak anjingnya hilang? atau mau meminjam handphone untuk menelepon awek-awek ya,'' kata Niken membera nikan diri. Sedangkan Luluk yang ngebet dari awal, tak berkutik, bagaikan tikus yang campak ke beras, diam seribu bahasa.
''Terimakasih atas penghinaan ini! sory ya, saya juga sudah punya handphone. Gue cuma mau membilang pada elu semuanya. Kalau lagi di dalam kafe yang ketawa seperti kuntilanak, mengganggu orang lagi berpkir serius. Gara-gara elu, konsentrasi pemikiran gue hilang,'' kata Topan meninggi.
''Eeh..! memangnya disitu terganggu kalau kami ini tertawa terbahak-bahak. Khan kami yang punya mulut. Disitu boleh saja tertawa, kami tidak melarang,'' Niken membalas sengit, berdiri, berkacak pinggang, seakan-akan menantang mau berkelahi.
''Ken..! udah-udah, jangan diladeni, biar sajalah, kita kok yang kelewatan banget tertawanya,'' tutur Luluk lembut, sambil melirik-lirik ke wajah Topan.
''Biar saja Luk, biar pria sok ganteng ini tahu siapa kita-kita sebentar. Jangan meremahkan kami ya, elu pada belum tahu siapa kami ini,'' Niken berbicara sombong.
''Memang gue pikiran elu anak siapa. Yang penting, dan perlu ente-ente perhatikan, nkalau berada di dalam kafe atau restoran, jangan tertawa seperti nenek-nekek, mengganggu ketenangan semua orang,'' kata Topan yang langsung pergi meninggalkan cewek-cewek tersebut.
''Cowok sialan. Sok ganteng lu, makan tu kosentrasi, biar cepat nyahok lu,'' tukas Niken lagi, sambil melemparkan sebutir kacang ke arah Topan.
''Puk..!'' biarpun sebutir kacang itu mendarat ke tubuh Topan, tetapi dia enggak memperdulikannya. Dia langsung ke luar dari kafe menuju mobilnya.
''Cewek edan. Song cantik. Kalau udah nenek-nenek lisut lho,'' umpat Topan, sambil membawa mobilnya, melaju ke jalan Jendral Sudirman.
Sementara di dalam kafe, cewek bertiga itu masih juga belum beranjak. Mereka, tetapn membicarakan tentang pertemuan, pertengkaran dengan Topan.
''Ken, elu terlalu berani sich. Gue saja udah ketakutan melihat kamu seperti gituan,'' ungkap Luluk.
''Emangnya kenapa. Hebatkan gue, bisa menaklukan cowok seperti gituan. Ini gue kasih rahasia pada elu pada, kalau ada cowok seperti itu jangan dikasih hati?''
''Coba lu bayangin, kalau cowok terus ngotot dan menampar elu, kan berabe burusannya,''
''Cowok seperti itu tak bakalan berani menampar cewek. Dia juga yang malu, masakan cewek digamparin. Kasihan den kamu Luk,'' kata Niken lagi.
''Udah..! udah..! jangan bertengkar lagi. Tadi gue, sekarang kamu lagi Ken yang bersilat lidah,'' timpal Ida.
''Oke dech..!'' kata Niken.
''Ntar ya, gue mau ke toilet dulu, sudah nggak tahan dari tadi ingin pipis,'' kata Luluk langsung meninggalkan Niken dan Ida yang cengar-cengir sendirian.
''Payah kamu Luk, baru sebegitu saja sudah ingin pipis. Bagaimana kalau gue berantam benar dengan cowok tadi, mungkin kamu sudah terkencing di celana. Ha...ha..., kasihan dech kamu Luk,'' kata Niken.
''Udah...! udah...! bercandanya jangan keterlewatan. Mungkin daritadi Luluk sudah kepingin kencing. Lantaran elo cuam-cuam ame cowok keren tadi, Luluk makin tak tahan kepingin buar air kecil. Ayo Luk, kamu cepat ke toilet, ntar kencing disini, atau kamu kencing di celana khan bisa berabe,'' ujar Ida, tak kalah sengitnya tertawa.
Tanpa permisi lagi, bagaikan kancil kecil, Luluk langsung melompat dari kursinya dan pergi ke toilet. ***

0 comments: