Peterpan Tantang Batam TV

Di tengah padatnya jadwal konser A Mild Live Rising Star 2008 di 30 kota di Indonesia, para personel Group Band Peterpan yang manggung 1 April ini di Batam, menyempatkan bertanding futsal bersama tim dadakan Batam TV. Hasilnya, tim Peterpan memang telak 8-2.
Tim Peterpan diperkuat full oleh para personilnya seperti Ariel, Loekman, Uki dan Reza, mulai dari peluit, langsung menggebrak jantung pertahan tim Batam TV yang diperkuat Eko, Dian, Bayum. Selain Ariel, tim ini juga diperkuat tim manajemen A mild Live Rising Star. Di menit menit awal, permainan sempat imbang. Namun di menit berikutnya, Lukman dan kawan-kawan terus mendobrak pertahan Batam TV. Anak-anak Peterpan mampu melesakkan gol hingga delapan kali ke gawang Batam TV. Sementara tim Batam TV yang dibentuk dadakan, hanya mampu menjebol gawang Peterpan dua kali. Skor akhir 8-2 untuk Peterpan. Pertandingan futsal antara tim peterpan dan Batam TV ini merupakan pertandingan persahabatan menjelang pelaksanaan tour A Mild Live Rising star 30 kota yang salah satunya digelar di Batam.
Pemimpin Redaksi Batam TV Andra S Kelana, yang memimpin tim Batam TV Sport mengungkapkan, kalah dan menang dalam pertandingan merupakan hal biasa. Apatahlagi, tim yang dibawanya ke kandung futsal Batam Centre, merupakan tim dadakan. Sementara, tim Peterpan seperti Ariel dan Lukman, merupakan pemain futsal yang handal.
''Kami sangat kawalahan menghadapi mereka-mereka itu. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada tim Peterpan yang telah bersedia lawan tanding dengan kami, apalagi pertandingan ini merupakan pertandingan eklusif,'' katanya.

Yang baca berpahala..

Nonton Ayat Ayat Cinta

BEBERAPA hari ini wajah Cik Minah sengaja ditampilkan muka masam, terutama ketika bersua dengan lakinya Cik Amat, yang hari-hari belakangan ini sibuk dengan pekerjaannya. Perangai tak sedap dipandang mata ini, menimbulkan tanda tanya besar dalam hati Cik Amat.
‘’Ada ape pulak gerangan bini aku ini?’’ gumamnya dalam hati.
Karena tak tahan menerima perlakuan bininya seperti itu, Cik Amat pun langsung bertanya.
‘’Oi Minah, nape pulak muke awak tu masam, macam kena sambal belacan saje. Laki letih balek kantor, bukan disambut dengan wajah manis. Kualat tahu..?’’ tanya Cik Amat kepada bininya. Namun, Cik Minah tetap diam seribu bahasa. Hal seperti inilah yang selalu membuat tensi darah Cik Amat naik sampai 160.
‘’Abang tu.. dah beberapa kali saye ajak nonton film Ayat Ayat Cinta, abang selalu menolak. Pedas telinga saye mendengarkan cerita tetangga tentang film tersebut,’’ kata Cik Minah.
‘’Si Romlah saje, dah dua kali menonton film itu. Abang saye ajak tak mau pergi,’’ ungkap Minah lagi.
‘’Abang bukan tak mau pergi menonton, tapi tak suka dengan film itu. Tapi, kalau engkau lah macam kesetanan nak menonton, ayolah, petang nanti kita pergi ke studio itu,’’ jawab Cik Amat.
Mendengar itu, Cik Minah pun langsung senang hati. Dia pun bergegas, ke kamar mempersiapkan diri, mempercantik diri.

***
Tut…Tut.. sepeda motor buntut Cik Amat melaju menuju ke Nagoya. Sementara, selendang Cik Minah, meliuk-liuk ke kanan dan kekiri kena terpaan anggin.
‘”Cepat dikit nape bang. Pelan betul, macam tak sampai rasenya,’’ ucap Minah dari belakang. Tak mau perang mulut, Cik Amat pun menaikan gasnya. Beberapa menit kemudian mereka berdua tiba di parkiran. Cik Minah langsung bergegas masuk ke mall dan naik lift menuju ke studio.
Setelah membeli tiket, mereka pun langsung masuk ke studio yang telah ditentukan. Selama dalam studio, Cik Minah begitu antusias menonton film Ayat Ayat Cinta. Setiap frame to frame perubahan scane film, disimaknya dengan baik. Sedangkan Cik Amat bukannya menonton, tetapi malah mendengkur, hal ini membuat kesal Minah, karena berada dalam studio, tak mungkin berperang mulut dengan lakinya.
Hampir dua jam berada dalam studio, akhirnya pertunjukan film Ayat Ayat Cinta tamat. Cik Minah keluar studio dengan wajah masam. Sementara Cik Amat keluar studio dengan wajah ceria, segar bugar.
‘’Sedap betul aku tidur tadi. Habis sejuk betul. Maklumlah rumah kitekan tak ade AC, jangan tidurnya tak begitu nyenyak,’’ ungkap Cik Amat.
‘’Jadi macam mane film yang engkau tengok tadi. Bagus tak jalan ceritanya?’’ tanya Cik Amat kepada Cik Minah.
‘’Bagus juga lah..!’’ jawab Cik Minah ketus, bukan ceria.
‘’Eeh.. kenape pulak jawabannya ketus begitu, bukannya engkau macam kesetanan ingin menontonya. Nape pulak jadi tak sedap hati,’’ ejek Cik Amat.
‘’Malas saye tak cerita, bagus kita balek saja,’’ kata Cik Minah.
‘’Ceritelah dikit.’’
‘’Taklah, awak ni nak membesing saje.’’ Ketus Cik Minah.
‘’Ceritelah, saye kan tetidur tadi,’’ ejek Cik Amat.
‘’Tak.! Kalau saye bilang tidak, ye tidak.’’ Ungkap Cik Minah.
‘’Itulah..! nape abang tak mau pergi menonton film same awak tu, karena jalan ceritanya mengisahkan seorang istri yang baik hati dengan lakinya,’’ jelas Cik Amat.
‘’Baik hati ape!’’
‘’Itu..istrinya menyuruh lakinya kawin (nikah lagi), bukankah istri yang baik. Bagusnya awak pun macam itu juga, suruh lagi laki nikah laki, biar dapat madu…,’’ ungkap Cik Amat sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Mendengar celoteh Cik Amat, bertambah kesalnya hati Cik Minah. Selama ini yang dia dengar dari Romlah dan tetangga lainnya hanya jalan cerita kesedihan tokoh utama dalam film tersebut, tetapi tidak menceritakan bagaimana tentang poligami. Tanpa sepatah kata pun Cik Minah langsung menuju ke tempat parkiran dan minta segera pulang.
Cik Amat, merasa menang, pulang dengan riang, sambil melantunkan lagu legendaries P Ramle dengan judul ‘’Madu Tiga’’.

Oi.. senangnya dalam hati,
bila beristri due …


Yang baca berpahala..

Satu Lagi Anugerah


IKATAN Motor Indonesia (IMI) Kepri ketika melaksanakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) di Batam, menganugerahkan penghargaan IMI Award 2008 kepada Batam TV, televisi lokal pertama di Kepri ini, sebagai media yang selalu berpartisipasi dalam pengembangan olahraga otomotif di Kepri. Selain Batam TV, IMI juga memberikan anugerah yang sama kepada media cetak, pengusaha dan sponsorship.
Penghargaan seperti ini, merupakan untuk kedua kalinya diterima Batam TV. Sebelumnya KONI Kepri juga memberikan anugerah yang sama, atas komitnya televisi lokal ini memberitakan olahraga lokal.
Penghargaan IMI Award yang diserahkan oleh Dinas Perhubungan Batam mewakili Pemko Batam di salah satu hotel bilangan Nagoya langsung diterima Pemimpin Redaksi Batam TV Andra S Kelana. Dalam kesempatan tersebut, Andra mengucapkan terimakasih kepada IMI yang telah memberi Award kepada Batam TV.
‘’Kami mengucapkan terimakasih kepada IMI Kepri yang telah memberikan kami Award. Dan dengan penghargaan ini, kami berupaya untuk meningkatkan pemberitaan dibidang olahraga dan prestasi atlit lokal, tidak hanya otomotif, tetapi semua cabang olahraga,’’ katanya.
Andra mengatakan, sampai hari ini tim redaksi Batam TV tetap komitmen untuk memberitakan kegiatan dan event olahraga lokal, apalagi saat ini, redaksi memiliki program ‘’Batam TV Sport’’ yang ditayangkan setiap hari Minggu pukul 21.00 WIB dan disiarkan ulang pada hari lainnya, merupakan program yang mengangkat prestasi dan kegiatan olahraga di daerah ini, asalkan masyarakat menginfokannya terlebih dahulu.

Yang baca berpahala..

Sarapan Sambil Cerita F1 dengan Pak Wali

MAAF, bukannya saya bangga sarapan bersama dengan walikota. Bagi saya, sarapan, makan malam, bahkan makan duduk satu meja dengan pejabat di rumah pribadi, merupakan hal biasa bagi saya–maaf sekali lagi, agak menyobong diri--, karena semuanya masih berhubungan dengan tugas jurnalistik saya.

Begitu juga, Selasa pagi, saya dan teman-teman memang lagi memproduksi program LEPAT –Lepas Penat Bang Dahlan—program khusus yang selama ini sudah tayang di station dan temanya adalah ‘’dua tahun masa kepemimpinan walikota Batam Ahmad Dahlan-Ria Saftarika’’.
Setelah produksi shotting yang menghabiskan waktu hampir 90 menit, Walikota Ahmad Dahlan, langsung mengajak semua kru, maupun staff Pemko Batam sarapan di restoran KTM Tanjungpinggir Sekupang.
‘’Ayo kita sarapan sama-sama, udah lapar, karena saya juga belum sarapan,’’ begitulah ungkapan walikota Batam. Memang ada benarnya, tim produksi harus bangun pukul 05.00 wib dan harus berada di KTM Tanjungpinggir Sekupang pukul 07.00 wib untuk persiapan produksi yang dimulai pukul 07.30 WIB.
Nah, saya bukan mau menceritakan bagaimana proses makanan bersama walikota, bagaimana harus duduk, atau tata cara makan bersama pejabat, tetapi ketika saya duduk satu meja, banyak hal-hal yang dibicarakan, terutama masalah Visit Batam Year 2010, tahun kunjungan pariwisata Batam. Apatahlagi, Batam merupakan pintu gerbang kunjungan wisatawan nomor tiga di Indoensia setelah Bali, dan Jakarta, tentunya pemerintah banyak berharap dengan Pemko Batam untuk meningkatkan devisa negara dibidang pariwisata.
Walikota juga menceritakan bagaimana kehebatan Singapura menjadi tempat pertandingan Formula-1 (F1) padahal Singapura tidak memiliki sirkuit, tetapi cukup mengandalkan sirkuit jalanan, yang dipertandingkan pada malam hari. Kemudian, Singapura juga tempat Asean Broadcast and Asean Summit, dan ditambah lagi, Singapura akan menjadi tuan rumah Olympiade Pemuda. Banyak lagi event-event besar yang dilakukan oleh Singapura untuk menarik orang datang ke negeri itu.
Ahmad Dahlan dengan semangat mengatakan, pelaksanaan F1 di Singapura nanti, Batam akan mendapatkan tempias. Yaitu, orang-orang akan menginap di Batam selama beberapa hari, karena kamar hotel di Singapura sudah habis terjual. Angkanya sangat mengggiurkan, Pemko Batam maupun Batam Promotion Tourism Board (BPTB) menargetkan sedikit 8 ribu hingga 10 ribu orang yang tidak dapat hotel di Singapura akan menginap di Batam, makan, berbelanja, money changer di Batam. Tentunya perputaran uang pada saat itu sangatlah tinggi.
Jika satu orang penonton F1 Singapua yang menginap di Batam menghabiskan uang paling sedikit Rp2 juta –biaya hotel, transportasi, seaport tax, makan, entertainment--, maka perputaran uang selama beberapa hari di Batam sebanyak Rp2 miliar, berapa pajak daerah yang berhasil diraup.
Yang jadi pertanyaan, bagaimana kesiapan Pemko Batam dalam menghadapi kunjungan turis yang begitu banyak, terutama bagaimana persiapan para pengusaha hotel, keamanan para turis lokal dan macanegara, safety transportasi laut. Kemudian, apakah Pemko maupun pemerintah Indonesia tidak membuat kebijakan khusus dengan membebaskan berbagai macam pajak, seperti viskal atau visa on arrival, sehingga penonton F1 Singapura lebih tertarik lagi untuk datang ke Batam.
Kemudian, apakah Pemko tidak membuat event tambahan yang membuat orang lebih menarik lagi untuk menginap ke Batam, daripada menginap di Johor Bahru Malaysia yang juga dekat dengan Singapura. Sebab, sampai hari ini saya tidak melihat promosi luar biasa yang dilakukan oleh Pemko Batam agar orang lebih tertarik lagi untuk datang ke Batam.
Sebab, saingan Batam bukanlah Singapura, tetapi adalah Johor Bahru Malaysia yang juga dengan Singapura. Johor Bahru juga tidak tinggal diam begitu saja. Dan tidak menginginkan kesempatan emas ini pindah begitu saja ke Batam. Peluang besar ini akan mereka rebut.
Informasi yang saya peroleh Pemerintah Johor Bahru juga sudah mempersiapkan event besar, fasilitas khusus kepada penonton F1 Singapura agar menginap di Johor Bahru, meskipun ada kesan bahwa melintasi perbatasan Johor Bahru-Singapura akan diperketat. Namun pemerintah Johor Bahru bertekad agar hotel-hotel di sana penuh, bahkan untuk perhelatan Olympiade Pemuda beberapa tahun mendatang, Pemerintah Johor Bahru dengan Pemerintah Singapura sedang membuat MoU. Bagaimana dengan Batam! ***


Yang baca berpahala..

Kecubung Hitam

Cerpen : Andra S Kelana

AKU pun heran. Entah ke mana para tukang batu itu hilang tak tercatat dalam sejarah. Kepergiannya bagaikan burung gagak hitam terbang ke langit biru lalu menghilang, di celah-celah awan hitam.
Kadang kalanya aku tak habis berpikir, kenapa sejarah begitu kurang adil, sehingga si tukang batu pun tidak dicatatnya. Toh, suatu ketika orang memerlukan dirinya. Suatu saat orang memerlu kan ilmu perbatuannya, di manakah orang akan mencarinya?.
''Seperti aku sekarang ini. Ke mana kah engkau hai tukang batu!'' seru Ramli.
Atau sejarah akan menyuruh orang-orang mencari ke sungai Barito, Sungai Siak, Sungai Mahakam, Musi atau sungai-sungai yang ada di Indonesia, tempat di mana si tukang batu itu sering mendulang. Atau, sejarah akan menyuruh orang-orang menanyakan setiap pemilik toko yang menjual batu permata. Keterlaluan.
Ah! Itu tidak mungkin. 'Perburuan' mencari si tukang batu, akan menghabiskan sisa-sisa umur. Dan ini semuanya kesalahan pelaku sejarah yang tidak kongkrit mencatat, ke mana perginya si tukang batu itu.
''Aku memutuskan tidak akan mencarinya lagi,'' ungkap Ramli.
Dia tersadai di bawah pohon beringin yang rindang. Lelah, berkilometer jalan yang ditempuhnya, lewati rintangan, hanya untuk mencari si tukang batu yang pernah dia jumpai lima tahun lalu, di Pekanbaru.
Ribuan akar pohon beringin terjuntai, melindungi sekujur tubuh Ramli. Lelaki 30 tahunan ini, hanya bisa menatap burung layang-layang berdansa, dari pohon beringin ke kabel-kabel listrik berkekuatan ribuan volt, berdekatan dengan pohon itu.
''Aku telah membuat kesalahan besar!''. Ramli memaki dirinya, mengenang tentang kesalahan lima tahun lalu. Ketika dia berjumpa dengan si tukang batu, dan menawarkan dirinya batu kecubung hitam.

***
Di luar tidak ada daun-daun gugur. Di luar tidak ada hujan lebat, yang membanjiri jalan protokol, atau menenggelamkan rumah-rumah kumuh di pinggiran sungai. Meskipun tak ada daun gugur, hujan yang turun, tapi hati Ramli bagaikan hendak gugur.
''Bagaimana Ram! apakah sudah engkau dapatkan batu kecubung hitam itu?'' tanya Umar Pandegerot. Pengusaha kayu balak terkenal di kota Ramli saat itu. Umar yang mengantongi izin pengelolaan kayu, terus membolak-balik buku tentang perbatuan yang dia peroleh dari temannya di Thailand.
''Belum!''. Ramli hanya bisa berkata demikian.
Hening. Ramli maupun Umar tidak mengeluarkan sebait kata-kata. Di ruangan ukuran lima kali lima meter itu, hanya terdengar, deburan angin yang keluar dari mesin pendingin air conditioner.
Lelaki itu menutup matanya, tetapi tidak tertidur. Tangannya masih memegang buku bersampul hitam, bertuliskan ''batu permata''. Kening berkerut, tampaknya sedang memikirkan sesuatu yang
sangat berat.
''Aku berpikir. Engkau tak akan memperoleh batu itu''. Umar memecahkan kesunyian ruangan yang kedap suara. Di dindinginya tergantung gambar seorang proklamator Indonesia, Bung Karno lagi berorator.
Ramli terperangah. Dia meraba tangannya. Terasa dingin sekali. Telinganya bagaikan pekak, tak terdengar apa yang diungkapkan Umar selanjutnya. Pikirannya menerawang menembus plafon gedung
berlantai 12 itu.
Di awang-awang, dia bagaikan melihat lelaki tua yang pernah dia jumpai lima tahun lalu. Lelaki ubanan menawarkan sebutir batu berwarna hitam. Katanya kecubung hitam, seharga dua puluh lima ribu rupiah. Tidak percaya. Saat itu Ramli benar-benar tidak percaya tentang batu.
Syirik. Pamalik, kalau percaya tentang batu. Dalam ajaran Islam pun melarang umatnya percaya dengan batu-batuan. Apalagi sampai menyembah batu, hukumnya dosa besar.
Begitu juga Ramli. Berbekal ilmu agama yang pernah dia peroleh di sekolah madrasyah waktu kecil-kecil dulu, maka dia menolak membeli batu berwarna hitam. ''Jangan-jangan ini batu petir, atau pun batu kali yang bapak asah.'' Ramli berkata kepada si tukang batu saat itu.
''Tidak nak. Ini benar-benar batu kecubung hitam. Bapak menjualnya karena hendak pulang ke Kalimantan Selatan. Tempat lahir bapak. Kecubung ini banyak faedahnya, kalau anak memakainya.'' si tukang batu itu menawarkan kepada Ramli.
''Maaf Pak! Saya tidak percaya pada batu. Saya percaya pada Tuhan!'' Ramli berlalu, menembus debu-debu jalanan.

***
''Bagaimana Ram! apakah engkau akan mengakhiri pertualangan mencari si tukang baru, yang pernah engkau ceritakan padaku,'' kata Umar, menyentak hayalan Ramli.
''Belum. Aku akan terus menyuruh sungai-sungai mencarinya. Jika perlu aku pergi ke Kalimantan Selatan, menyusuri Sungai Barito, menemukan batu kecubung hitam,'' kata Ramli.
''Kapan engkau berangat?''
''Secepatnya. Jika perlu besok aku sudah terbang ke Kalimantan
Selatan,'' Ramli masih bersiteguh untuk tetap memperoleh batu itu.
''Baiklah. Ini tiket pesawat Garuda pulang-pergi. Semoga engkau sukses dalam 'perburuan' di kota Indonesia bagian tengah,'' ungkap Umar Pandegerot sambil menyerahkan empat lembar tiket Garuda kepada Ramli.

Pesawat Garuda menderu meninggalkan bisingnya kota Pekanbaru. Ramli yang berada di dalamnya hampir-hampir tak mendengar lagi apapun, selain bising deru mesin 'si burung besi itu' meraung-ruang ke langit jingga.
Wajahnya terbesit kecemasan mendalam. Mengenang tentang tragedi jatuhnya burung-burung besi, seperti yang terjadi di Pulau Jawa, maupun di Pekanbaru sendiri. ''Aku berserah diri kepada mu Ya Allah.'' Doa Ramli dalam hati.
Si cantik sang pramugari yang menyuguhkan makanan, membuat waktu tak begitu terasa satu jam dua puluh menit, pesawat terbang di udara. Dan sebentar lagi, pesawat akan mendarat di Bandara Cengkareng, Jakarta.
Transit di Ibukota Jakarta, Ramli meneruskan perjalanan ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang menghabiskan waktu satu jam dua puluh enam menit dengan pesawat Garuda. ''Moga aku mendapatkan batu kecubung hitam itu''. Ramli berkata pada dirinya.
Singkat cerita. Ramli sudah menapakan kakinya di kota Banjar. Kota dikenal dengan hasil hutannya yang dikelola oleh Bob Hasan. Kota yang pernah gagal dalam proyek pemetakan sawah pada era rezim Soeharto memimpin, untuk swasembada beras di Indonesia.
Ramli bengong. Di Hotel Mentari yang terletak di tengah-tengah kota, membuat matanya tak bisa katup, seperti bunga-bunga di taman. Lalu lalang perempuan malam yang menjajakan tubuhnya. Hentakan keras musik diskotek di lantai enam, membuat matanya tambah tak bisa terpejam.
Di kamar tidur, kegelisahan terus menghantui dirinya. Bolak-balik di kasur empuk seperti orang yang ingin mematangkan ikan. Suhu badannya terasa panas, walaupun ruangan sudah disediakan mesin pendingin.
''Besok. Ya, besok aku mulai mencari, apa yang diinginkan oleh Umar.'' Ramli menatap langit-langit kamar hotel, bagaikan menatap sebutir batu kecubung hitam. Matanya sudah semakin sayu, lunglai, lalu terkatup.

***
Ramli tersentak. Bias warna merah, yang terpancar dari celah gorden sedikit tersingkap di kamar itu, mengelus bola matanya berwarna merah. Warna merah itu juga menggoyangkan tubuhnya, untuk segera melanjutkan perburuan. Siap. Ramli sudah siap.
Dengan menyewa taksi hotel, Ramli meneruskan perjalanan sejauh 60 kilometer dari kota Banjarmasin, terletak di bagian Barat. Kota tersebut bernama Martapura, salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan.
Siapa yang tak kenal dengan Martapura, yang dijuluki kota berintan. Setiap orang datang pasti menyempatkan diri ke kota ini, untuk membeli-beli batu permata, seperti batu akik, virus, merah delima, zambrud, yakup kuning, berlian, intan, kecubung, blue sapir, rugby dan segala macam jenis perbatuan.
''Pian (kamu, red) hendak mencari batu apa?.'' Supir taksi bertanya kepada Ramli dengan sedikit logat banjar, setelah sampai di Pasar Niaga Baru, Martapura Kalimantan Selatan.
''Aku ingin mencari batu kecubung hitam,'' ungkap Ramli bersemangat.
''Itukah..! kenapa mencari batu kecubung hitam. Padahal, kalau orang datang ke sini pasti mencari batu Zambrud, Rugby, Yakup Kuning, Intan, Berlian. Kenapa pian mencari batu kecubung. Itu kan batu murahan,'' kata supir taksi.
''Bukan untuk saya. Tetapi untuk teman saya. Dia ingin sekali mencari batu kecubung hitam itu,'' jawab Ramli. Padahal Umar orang kaya, kenapa tidak membeli batu Zambrud yang mahal harganya. Dan kalau dipakai pasti menambah kewibawaan.
Ramli berputar-putar dari toko satu ke toko yang lain. Namun, batu yang dia cari belum juga dapat. Keputusasaan, mulai merona di wajahnya yang agak gelap. Ramli kembali teringat wajah si tukang batu lima tahun lalu yang pernah dia jumpai di emperan jalan, menawarkan sebutir batu.  ð 7 3 
Š ''Mencari batu nak!'' tegur seorang pria separoh baya, di sebuah kios kecil diujung komplek kios-kios yang menjual perbatu an.
Ramli tersentak. Wajah lelaki di depannya itu memecahkan bongkohan batu karang di hatinya. Wajah lelaki berkopiah hitam itu, menghalau ketakutan akan ketidakberhasilnya mendapatkan batu kecubung hitam. ''Terimakasih Tuhan.'' kata Ramli.
''Saya ingin melihat batu kecubung hitam.'' Ramli terus memandang pria itu. Dari sorot matanya, mengingatkan kembali akan wajah pak tua yang pernah menawarkan batu kepada Ramli.
Bergegas si penjual batu mengeluarkan empat butir batu berwarna hitam. Persis yang pernah ditawarkan kepada Ramli lima tahun silam.
''Pak! apa manfaat batu ini? Ramli bertanya.
''Orang bilang, siapa yang memakai batu akan menjadi berwibawa. Sebab, batu ini akan memberikan kharisma kepada si pemakainya.''
''Namun nak''.
''Kita ini orang Islam, orang beragama, tak boleh percaya dengan batu-batuan, hukumnya sirik, dosa besar. Dan Allah murka kepada orang yang memuja batu.'' kata si penjual batu itu.
Ramli tersentak. Kata-kata seperti itu pernah dia lontarkan kepada si penjual batu lima tahun silam. Dan kata-kata itu justeru dia tuai kembali. Siapa menabur angin, dialah yang akan menuai badai. Begitulah ungkapan Bung Karno. Dan ini terjadi pada Ramli.
''Benar Pak. Kita tak boleh percaya pada batu. Namun demikian, saya tetap akan membeli batu itu, berapa harganya Pak?'' tanya Ramli.
''Untuk anak saya jual seratus ribu rupiah per butirnya. Itu sudah murah. Batu ini sulit memperolehnya, kalau tidak pandai mendulang,'' kata si penjual batu itu.
''Baiklah Pak. Saya akan beli empat butir batu itu. Tapi saya ingin menanyakan sesuatu?'' ungkap Ramli.
''Pian mau tanya apa?''
''Apakah bapak pernah pergi ke Riau?''
''Riau! tidak saya tidak pernah pergi ke Riau. Memangnya kenapa nak.''
''Ah..! tidak apa-apa''. Ramli menjawab terbata-bata.
Setelah mendapatkan empat butir batu kecubung hitam, Ramli langsung menelepon Umar.
''Saya sudah mendapatkan batu kecubung hitam itu,'' kata Ramli.
''Oh ya.. baguslah!. Tapi, saya juga sudah memperoleh batu kecubung hitam itu dari seorang pak tua si penjual batu. Harganya murah, hanya dua puluh lima ribu per butirnya. Tapi, tak apalah, cepatlah engkau pulang ke Pekanbaru, biar batunya bisa aku beri kepada teman-teman,'' kata Umar.
Tersentak. Kaget, seluruh badannya lemas mendengar kata-kata seorang pak tua si penjual batu.
''Ya..! saya akan pulang besok.'' tak sadar, gagang telepon terlepas dari tangan Ramli. ***

Yang baca berpahala..

Pena dan Pengadilan

Cerpen : Andra S Kelana

DI halaman depan harian Metropolis tentang kasus koruptor seorang pejabat pemerintahan daerah, ditulis tuntas dari atas sampai ke bawah oleh wartawan senior di bidang kriminalitas bernama Kenedy. Wartawan veteran yang melalang buana dari satu media ke media lain, telah meliput berbagai berita kriminalitas di tanah air. Tak mengherankan, jika Kenedy dijuluki hunter crime oleh kalangan wartawan.

Berperawakan pendek dan gempal ini, memiliki nama asli Ahmad Fikram. Tapi, entah mengapa dia senang dipanggil Kenedy atau lebih singkat lagi Mr Ken (mungkin karena kode beritanya KEN). Atau memang, dia fanatisme dengan Presiden Amerika Serikat John F Kenedy. Atau Entahlah...! Mr Ken memiliki beberapa orang pacar. Mulai dari wanita malam (wanita tuna susila). Janda kembang, bahkan kalangan selebritis pun dia pacari. Begitulah kehebatan Ken terhadap sekujur tubuh wanita. Tak mengherankan, di mana tempat dia bertugas, Mr Ken selalu memiliki pacar.
Padahal. Kalau melihat tampangnya biasa-biasa saja. Pendidikannya hanya tamatan SLTA, itu pun sekolah swasta. Tapi, entah mengapa, dia begitu istimewa di hadapan wanita-wanitanya. Apalagi berkencan. Ken, selalu diacungkan jempol. Jago, wanita.
Mr Ken, punya motto kehidupan. ''Kejahatan adalah bagian daripada kehidupan''. Tak heranlah, ratusan pelacur kota metropolis seperti Jakarta ini, kenal dengan Mr Ken. Bandar narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba), sindikat perdagangan wanita, sudah biasa dengan Ken. Pub-pub, karoeke, diskotek, menjadi teman hidupnya.
Wartawan yang pernah meliput ketika meletus perang Irak-Iran ini, dikenali menyimpan ratusan data kejahatan di kota Metropolitan. Terutama kasus narkoba, perdagangan wanita, maupun sindikat pencurian kendaraan roda empat. Buku harian Ken yang hanya boleh tahu dirinya sendiri tersimpan nama-nama sindikat obat terlarang, perdangan wanita, pencurian kendaraan bermotor.
Jika kepolisian menangkap agen-agen narkoba, Ken lebih dahulu mendapatkan informasi. Karena dia lebih cekatan di lapangan, jika dibandingkan dengan polisi. Apalagi, kalau polisi itu sudah veteran. Tak sedikit pun cacat, dibadannya tiap meliputi kasus kejahatan. Tapi, akibat goresan tinta hitam Ken, membuat polisi runsing tak kepalang tanggung.
Sebab, ketika polisi akan mengembangkan kejahatan, Mr Ken lebih dahulu menguraikan dalam korannya, siapa-siapa saja sindikat perdagangan obat maupun wanita. Dia menulis tuntas, kasus tersebut. Sehingga polisi harus kerja ekstra untuk menangkap bandar-bandar yang telah lari akibat tulisan Ken. ''Ini tugas jurnalistik Pak Polisi. Jangan saya dihalang-halangi..!'' ungkap Ken suatu ketika kepada polisi yang menyuruhnya agar tidak menulis begitu tuntas.
Dampak dari sikapnya pasti ada. Ketika memasuki tiap kantor polisi di kota ini, sudah terpampang tulisan warna merah, ''Stop Mr Ken''. Artinya, kaki Mr Ken diharamkan untuk menginjakan di kantor pelayanan masyarakat. Tapi, bagi Ken itu tidak masalah.
Kenapa! Prinsip Ken, kejahatan adalah bagian dari hidupnya. Selagi dia hidup, maka dia bisa menulis tentang kejahatan. Jika tidak ada polisi, masih ada sumber di lapangan. Itulah tegas dan tangguhnya Ken. Ketika perampokan terjadi, Ken sudah mengetahui, siapa yang melakukannya. Siapa korban dan dari sindikat mana yang melakukan perampokan. Sementara polisi, ketika ditanya wartawan lain, selalu menjawab masih dalam penyelidikan. ''Itu bahasa konyol!'' lengking Ken.
Sehingga, dalam pemberitaan Ken, tidak pernah menuliskan nama seorang polisi untuk mendapatkan konfirmasi. Dia hanya menuliskan data lapangan dan sumber korban. ''Untuk apa polisi, kita sudah melihat kejadian di depan mata kepala sendiri,'' katanya. Karena akurasi data lapangan, tulisannya selalu menjadi bahan perbincangan tiap polisi melakukan gelar operasional (GO) di depan para staff. Guntingan koran Ken menjadi acuan.
***
MR KEN, si wartawan yang memiliki tiga orang istri dalam satu kota ini benar-benar memegang teguh yang namanya sumber berita ataupun off the record. Biar pun sampai ke tiang gantungan. Ataupun kepalanya didor dengan timah panas, dia tetap mempertahankan sumbernya. Dalam halnya kasus koruptor pejabat daerah.
''Saudara Ahmad Fikram alias Mr Ken...! siapa sumber Anda, sehingga Anda begitu berani menurunkan tulisan tentang koruptor pejabat daerah,'' tanya hakim Marsudi SH kepadanya.
''Maaf Pak Hakim...! Saya rasa bapak tahu kode etik jurnalistik, bahwa sumber itu tidak boleh saya katakan, walaupun saya berhadapan dengan hakim sendiri,'' jawab Ken. ''Baik..! Saudara Ken, darimana Anda mendapatkan data koruptor ini?'' tanya hakim lagi.
''Sudah saya katakan Pak Hakim. Dan Anda tentu tidak buta huruf untuk membaca tulisan dalam koran itu. Data kasus koruptor itu saya peroleh dari seorang sumber yang kuat dan akurat. Sekali lagi saya tegaskan, saya masih tetap mempertahankan siapa sumber saya itu,'' jawab Ken sambil memperlihat tulisan di korannya.
''Baik...! Anda memang seorang wartawan sejati, berani mempertahankan sumber, walaupun Anda harus dituntut miliaran rupiah atau pun di penjara,'' ''Terimakasih Pak hakim, Anda telah memuji saya. Tapi pujian itu tidak berarti bagi saya,'' ketus Ken bersahaja.
''Sampai hari ini sudah delapan kali Anda bersaksi di pengadilan ini, dan Anda merupakan saksi kesembilan dan saksi kunci dalam kasus ini. Tapi, Anda masih bersikukuh mempertahankan sumber Anda,'' jelas hakim.
''Hari ini, Anda tidak hanya sebagai saksi, tetapi terdakwa, sesuai dengan tuntutan pejabat pemerintah daerah, bahwa Anda telah mencemarkan nama baik pejabat. Baiklah, sidang kami tunda dua hari lagi untuk mendengarkan vonis,'' kata ketua hakim, dan ''tuk.. tuk.. tuk,'' hakim mengetuk palu tiga kali pertanda sidang ditutup.
***
MENJELANG dua hari sidang terakhir untuk saksi kesembilan Mr Ken, bahkan menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik, koran-
terus menulis berita, biodata Ken, keteguhan hati dan tanggungjawab Mr Ken. Biasanya, Ken menulis berita kriminalitas, sekarang justru Ken yang ditulis dalam kasus kriminalitas.
''Saudara hadirin...! Sidang saksi kesembilan atas nama Mr Ken, kasus koruptor pejabat daerah, hari ini kami buka,'' kata hakim. ''Tuk... tuk... tuk,'' hakim mengetuk palu tiga kali, 
pertanda sidang dimulai. ''Apa Anda sehat hari ini Mr Ken?'' tanya hakim. ''Saya tidak pernah sakit Pak Hakim,'' jawab hakim. Sidang ramai dikunjungi orang maupun wartawan, langsung mendapat aplus. ''Pukkk... pukkk...puk...'' tepuk tangan pengunjung. ''Setelah melalui persidangan dan beberapa kali tuntutan, maka hari ini majelis hakim akan membacakan vonis Anda. Apakah Anda sudah siap mendengarkan vonis?'' tanya majelis hakim. ''Saya katakan sudah siap, tanpa dipengaruhi siapa pun,'' jawab Ken. ''Baiklah. Setelah melalui persidangan beberapa kali dan mendengarkan keterangan beberapa saksi dalam kasus ini, maka Anda telah menghina dan mencemarkan nama baik. Anda telah melanggar KUHP Pasal 310,'' ''Bunyi Pasal 310,'' jelas hakim. ''Barangsiapa dengan sengaja menyerang, kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu perbuatan dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduh itu supaya diketahui umum, karena bersalah menista orang, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya empar ribu lima ratus rupiah. Apakah Anda menerima keputusan ini?'' tanya hakim. ''Saya tidak menerima keputusan itu Pak Hakim. Saya atas nama pribadi dan tidak didampingi pengacara, saya melakukan pembelaan,'' jawab Ken. ''Silakan Anda melakukan pembelaan,'' kata hakim. ''Dari awal sidang sudah hendak saya katakan, tapi selalu tidak diberi kesempatan, karena saya terus dicerca berbagai pertanyaan. Sebenarnya, kenapa tertuduh dalam kasus korupsi ini tidak membuat hak jawab. Kalau tidak melakukan penggelapan dana proyek, silakan membantah akan saya buat, sepanjang yang saya tulis dan letaknya sama,'' ''Penawaran hak jawab itu sudah saya sampaikan kepada tertuduh. Tapi, meraka tidak mau. Mereka ingin pembuktian kebenaran itu di pengadilan. Jadi, pembelaan saya adalah, silakan tertuduh membuat hak jawab,'' jelas Mr Ken. Mendengar penjelasan Mr Ken, tersentaklah majelis hakim. Mereka bolak-balik berkas berita acara pemeriksaan memang benar. Tak satupun berkas menguraikan tentang hak jawab. Pembelaan tertuduh. ''Baiklah..! sidang kami skor 15 menit. Hakim mau bersidang,'' kata hakim. Pengunjung kagum, atas keberanian dan ketenangan si pemburu berita ini. Ada yang mendekati Ken, dan memberikan salam. Ken tenang-tenang saja. Setelah lima belas menit hakim berdiskusi, maka sidang pun dibuka kembali terbuka untuk umum. ''Sidang kami buka kembali!'' kata hakim. ''Tuk...Tuk.. Tuk'' ''Setelah mendengar pembelaan saksi sekaligus menjadi terdakwa dalam Pasal 310, maka majelis hakim memutuskan...!'' hakim terhenti sejenak. Pengunjung diam. Ruangan sidang menjadi sepi dan senyam. Detak-detak jantung pengunjung seakan-akan terdengar, apa keputusan hakim. ''Hakim memutuskan...! vonis untuk saudara Ken dicabut. Kami beri kesempatan kepada tertuduh memberi hak jawab kepada koran Mr Ken,'' kata hakim. ''Tuk...tuk..tuk,'' Bagaikan hendak runtuh ruangan sidang pengadilan kota metropolis. Pengunjung bersorak-sorai memberi tepuk tangan. Ada yang berteriak hidup Mr Ken...! ada juga berteriak. Hidup Pak Hakim....!. Ken meneteskan air mata. Dia sedih, bukan karena bisa lepas dari jerat hukum. Tapi dia sadar, bahwa tidak enak menjadi seorang terdakwa ataupun penjahat. Meskipun prinsif hidupnya, kejahatan adalah bagian dari hidupnya. ***

Yang baca berpahala..

Uka-uka Ramadan

Celoteh Ramadan

USAI salat terawih, Cik Amat langsung menyetel televisi 14 inchi, sambil menunggu Cik Minah, sang istri yang telah menemaninya selama 30 tahun, membuatkan secangkir kopi manis, dan kue-mueh, merupakan menu santapan Cik Amat, usai salat terawih.

Beberapa menit televisi dihidupkan, Cik Amat langsung tertawa terbahak-bahak. Cik Minah yang tengah mengucau air kopi di dapur terperanjat mendengar suara Cik Amat yang kedengarannya girang. Dan, beberapa menit kemudian, Cik Minah pun muncul dari pintu dapur.
‘’Ade ape bang?’’ tanya Cik Minah.
‘’Tak adelah,’’ sahut Cik Amat.
‘’Kalau tak ade ape-ape, kenapa pulak tak ade angin, tak ade hujan abang tertawa terbahak-bahak, macam suara setan saje,’’ ujar Cik Minah lagi. ‘’Ni kopinya bang, raselah manis-tidaknya. Maklumlah tekak saye payau,’’ kata Cik Minah, langsung menyorong kopi dan sepiring kecil kue.
Beberapa menit kemudian, Cik Amat kembali tertawa terbahak-bahak, bahkan suaranya semakin keras. Selidiki punya selidik ternyata, penyebab tertawa Cik Amat adalah melihat salah satu program yang tayangan televisi swasta nasional.
Program yang ditayangkan adalah mencari hantu. Siapa yang mendapatkan atau menemukan hantu dalam tempo beberapa jam, akan diberi uang satu juta rupiah. Pesertanya seorang pemuda yang terkenal sakti dalam mencari dunia lain tersebut.
‘’Ape yang membuat abang tertawa tu. Ape ade yang lucu?’’ Cik Minah keluar kamar langsung mendekati suaminya.
‘’Cube engkau tengok Minah.’’
‘’Tengok abang?’’
‘’Tengok tv-lah’’.
‘’Biase saje! Ade budak duduk di bawah pohon besar pada malam hari,’’ kata Cik Minah.
‘’Itulah yang menyebabkan aku tertawa,’’ kata Cik Amat.
‘’Memangnya kenapa?’’ tanya Cik Minah.
‘’Ape budak tu tak beriman, tidak menimba ilmu agama Islam, bahwa pada bulan Ramadan ini tidak ada yang namenya hantu, tidak ade yang nama setan. Sebab, selama bulan Ramadan, semua hantu dan setan sudah diikat oleh Allah, sehingga tidak bisa mengganggu manusia. Jadi kalau setan sudah diikat macam mane nak mencari uka-uka. Sampai berjam-jam pun tak ketemu,’’ jelas Cik Amat.
‘’Iye bang, memang bodoh orang ini. Dan kite yang nonton pun ikut bodoh,’’ singgung Cik Minah. Mendengar perkata Cik Minah, muke Cik Amat langsung berubah merah-merona.
‘’Nyinggung. Iyelah aku tak nonton itu lagi. Tengok sajelah lagu dangdut tu,’’ kata Cik Amat, langsung menyerahkan remote tv kepada bininya. ***


Yang baca berpahala..